Kisah Kepala ANRI Selamatkan Dokumen Istana


Selain berupa ketikan, arsip juga termasuk tulisan tangan. Naskah pernyataan berhenti Suharto menjadi Presiden RI diketik, dan di balik kertas dibubuhkan tulisan tangan serta paraf Beliau yang menjelaskan siapa penggantinya. 

Berhadapan dengan Protokoler

Usai dibacakan, untuk memperoleh naskah asli ini, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sempat bersitegang dengan Pihak Istana. Bagaimana proses penyelamatan arsip terjadi? Deputi Bidang Pembinaan ANRI, Andi Kasman, menceritakan kembali momen penting itu dalam “Sosialisasi Pengelolaan  Arsip Ormas/ Orpol” yang  diselenggarakan ANRI, Griya Patria Guesthouse, Jakarta (9/5/17).

“Pernyataan berhenti Pak Harto diketik dan disusun Pak Yusril. Di sana tidak menjelaskan siapa pengganti Beliau. Ditulislah di belakang kertas, tulisan tangan Pak Harto diparaf. Dikatakan yang melanjutkan presiden adalah Pak Habibie,” ungkapnya.

Dalam isi naskah tersebut, lanjut Andi, Pak Harto tidak menyatakan mengundurkan diri seperti yang kebanyakan dikutip media nasional dan diketahui masyarakat, tapi menyatakan berhenti menjadi Presiden RI.

“Presiden Suharto tidak pernah mengundurkan diri. Orang mengundurkan diri tidak enak, tidak bagus. Menyatakan berhenti. Beda. Yang dipahami orang, sering ditulis di koran: Presiden mengundurkan diri. Dalam arsipnya, Pak Harto menyatakan berhenti jadi presiden,” imbuhnya.

Usai dibacakan Pak Harto, naskah tersebut dilipat dan dimasukkan dalam saku. Saat itu ketua Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sigap langsung meminta naskah otentik tersebut meski harus berhadapan dengan protokoler istana.   

“Setelah dibaca Presiden, dilipat dan dimasukkan ke sakunya. Ini yang diambil Kepala Arsip Nasional waktu itu, Dr. Mukhlis Paeni. Itupun dalam tanda kutip berantem dengan pihak istana. Kata beliau; saya kepala ANRI, saya wajib menyelamatkan arsip ini, jangan sampai hilang. Akhirnya diberikanlah,” tuturnya.  

Meski naskah tersebut juga diminta waktu sidang pengadilan di Jakarta Pusat, Tidak ingin terulang kasus supersemar, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tetap tidak meyerahkan arsip ini.

“Karena kalau ini hilang, jadi masalah. Supersemar waktu pergantian kepemimpinan sampai sekarang tidak ditemukan aslinya. Walau itu perintah pengadilan tapi Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tidak akan memberikan aslinya. Diberikan salinan otentik dan sahlah Habibie jadi Presiden,” pungkasnya.  

Komentar