Kota Layak Anak, Kenali Ciri-cirinya

yayasan lentera anak wujudkan kabupaten dan kota layak anak

Hari ahad datang lagi. Saatnya seharian menikmati jalan raya bebas mobil lalu lalang  (Car Free Day). Di jalan utama depan gerbang komplek kami sudah ada CFD. Tak perlu lagi ke Senayan atau Bundaran HI. Sayangnya, hari minggu ini tidak digelar. Ya sudah, terlanjur ke luar rumah, kami balik badan, main di lapangan komplek saja.

 Punya Mobil Tak Mampu Garasi

Namun apa daya, saya baru ingat, lapangan depan rumah kami sudah disulap jadi lahan parkir mobil. 

Lapangan yang awalnya jadi aktivitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) makin sempit didesak pantat mobil-mobil warga komplek yang tidak memiliki garasi. Anak-anak PAUD harus rela hanya belajar di dalam kelas atau bermain ayunan dan perosotan saja di balik terali besi.

Letak lapangan lumayan rimbun itu memang strategis, dekat jalan keluar belakang komplek. Lapangan multifungsi itu biasa jadi tempat remaja latihan beladiri atau anak-anak main bola. 

Para lansia juga kerap menggunakannya untuk olahraga atau sekadar menggerakan anggota tubuh ikuti irama zumba. Namun kini mereka tak bisa lagi leluasa melakukan aktivitasnya di sana. 

lapangan taman kanak-kanak

Ini mungkin fenomena lazim terjadi di lingkungan pinggir kota yang padat penduduk dan luas hunian terbatas. Ada warga punya mobil tapi tak mampu bergarasi. Walhasil, daripada parkir mobil depan rumah, langsung saja manfaatkan lahan luas yang ada.

Saking biasa hal seperti ini terjadi sampai kita tak sadar, tindakan itu ternyata termasuk pelanggaran hak. Pelanggaran hak terhadap warga yang ingin menggunakan lapangan untuk kegiatan publik. 

Bukan hanya itu, lebih spesifik lagi, alihfungsi lapangan jadi parkiran merupakan pelanggaran atas hak anak, yakni hak bermain dan berekreasi. Padahal pemenuhan hak anak bukan hal sepele. karena sudah menjadi  mandat dari negara. Nah, lho!?

Konvensi Hak Anak PBB

Informasi tersebut saya dapatkan waktu mengikuti “Meet up Blogger: Kabupaten/ Kota Layak Anak dalam Parenting” bersama Yayasan Lentera Anak, Jakarta (16/7/19). 

Yayasan Lentera Anak merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang hadir untuk membela hak anak di Indonesia melalui edukasi, advokasi, pemberdayaan dan studi tentang anak.      

diskusi yayasan lentera anak


Bersama rekan-rekan narablog yang biasa menulis tentang serba-serbi pengasuhan, kami mendapat pencerahan dari Media Relation Officer Lentera Anak, Aska, dan Advocacy Officer Lentera Anak, Nala. 

Bahwa upaya pemenuhan hak anak sudah dirintis secara global sejak lama dan serangkaian update perkembangannya hari ini khususnya di tanah air.

Pada 20 November 1989, negara-negara peserta Konvensi Hak Anak PBB menandatangani sekaligus mendeklarasikan penghormatan, dan menjamin hak-hak tiap anak tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.

Berdasarkan konvensi tersebut, disepakati 10 butir hak anak yang wajib dipenuhi:
1.    Hak Bermain
2.    Hak Rekreasi
3.    Hak Kesamaan/ Kesetaraan
4.    Hak Pendidikan
5.    Hak Kesehatan
6.    Hak untuk Makan
7.    Hak untuk Berperan dalam Pembangunan
8.    Hak untuk Status Kebangsaan
9.    Hak untuk Mendapatkan Nama
10. Hak untuk Perlindungan

Tercetuslah mandat dari Konvensi Hak Anak PBB untuk mewujudkan “Kabupaten/ Kota/ Anak”. Mandat agar tiap negara mendorong pemerintah daerah  untuk mengupayakan perwujudan dan perlindungan hak anak melalui kebijakan.



Penghargaan Kota Layak Anak

Kabupaten/ Kota Layak Anak mulai masuk ke Indonesia pada 2006. Kota Layak Anak menjadi mandat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk pemerintah daerah menciptakan lingkungan tempat tinggal serta fasilitas  yang ramah anak.

Terkait kebijakan tentang Kabupaten/ Kota Layak Anak, telah diamanahkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak Pasal 21.

Dalam UU tersebut termaktub, Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah yang diwujudkan melalui upaya daerah membangun Kabupaten/ Kota Layak Anak.

Istri Presiden Amerika Serikat ke-42, Hillary Clinton menulis dalam buku parenting-nya “It Takes a Village” mengutip peribahasa Afrika “It Takes a Village to Raise a Child”. 

Bahwa untuk membesarkan dan mendidik seorang anak saja diperlukan andil orang sekampung. Apalagi dalam menjalankan ikhtiar luhur mewujudkan Kota Layak Anak yang memiliki tujuan akhir yaitu Indonesia Layak Anak.

Maka perlu sinergi lintas sektoral dari organisasi perangkat daerah, segenap elemen masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan, Organisasi Masyarakat Madani, Lembaga Kesejahteraan Sosial, Lembaga Perlindungan Anak, Dunia Usaha, Media massa, dan tentu saja peran dalam mewujudkan  apa yang dicita-citakan bersama sebagai Kota Layak Anak.

Membuktikan keseriusan dan komitmen Pemerintah, Kabupaten/ Kota Layak Anak diperingati tiap tahun melalui penghargaan KLA yang diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 

Hingga 2018, Kota Layak Anak sudah dikembangkan di 349 Kabupaten dan Kota di Indonesia. Saat ini sudah ada 117 Kabupaten/ Kota yang meraih penghargaan.   

Indikator Kota Layak Anak

Adapun kota yang diberikan penghargaan Kabupaten/ Kota Layak Anak adalah kota yang sudah memenuhi indikator-indikator penilaian yang terkoneksi dengan kelembagaan. LIma  kelompok dengan masing-masing fokus perlindungan dan pemenuhan hak anak tersebut, antara lain:

   Klaster I : Hak Sipil Kebebasan

a.Anak yang diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran

Akta kelahiran dibuat maksimal 7 hari setelah kelahiran, karena ini  merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi dan menjadi indikator paling penting hingga targetnya harus mencapai 100 %. Akta kelahiran dibuat untuk menghindari dan mencegah kejahatan seperti human trafficking 

b.    Terlembaganya partisipasi anak

Kalau di pemerintah, biasanya bernama forum anak, dibentuk supaya anak-anak bisa menyuarakan haknya. Acara musrembang, atau musyawarah, di mana mereka menyampaikan curahan dan keluhan.

Klaster II : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif

Balita dan Keluarga

a. Lembaga konsultasi Penyedia Layanan Pengasuhan Anak bagi Orangtua/ Keluarga
b. Persentase Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD-HI)
c.Lembaga Pengasuhan Alternatif Terstandarisasi

Anak di lingkungan Sekolah

d. Tersedia Fasilitas Informasi Layak Anak (ILA)

Permasalahan yang timbul biasanya banyak perpustakan anak tapi tidak terverifikasi koleksinya apakah memang bacaan sesuai untuk anak

Anak di lingkungan Sosial 

e.    Pencegahan Perkawinan Anak

Dalam perlindungan anak, usia minimal yang dianjurkan untuk menikah adalah 21 tahun. 

Dalam kebijakan sebenarnya sudah ada revisi UU bahwa usia minimal menikah tidak 18 tahun lagi, tapi belum diubah. 

Permintaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah usia 21 tahun, karena sesuai dengan kriteria usia dewasa di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

  Klaster III : Kesehatan  Dasar dan Kesejahteraan

Ibu Hamil dan Bayi (0-24 Bulan)

a.Persalinan di Fasilitas  Pelayanan Kesehatan
b. Status Gizi Balita
c.Cakupan Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA) Usia di bawah 2 Tahun

Anak di Lingkungan sosial

d.Tersedia Kawasan Tanpa Rokok dan Tidak Ada iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok

Ada 7 lokasi kawasan tanpa rokok yaitu tempat ibadah,  tempat umum, sekolah, kesehatan, pendidikan, taman, kantor.

Fasilitas  Layak Anak

e.Tersedia Infrastruktur Publik Ramah Anak (Ruang Bermain Anak dan Rute Aman Sekolah)
f. Fasilitas Kesehatan dengan Pelayanan Ramah Anak
g.Rumah Tangga dengan Akses Air Minum dan Sanitasi yang Layak
h.Tersedia kawasan Tanpa Rokok dan Tidak Ada Iklan, Promosi, dan sponsor Rokok

 Klaster IV : Pendidikan, Pemafaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya

Anak di Lingkungan Sekolah

a.    Sekolah Ramah Anak (SRA)
b.    Wajib belajar 12 Tahun

Fasilitas Layak Anak

c. Fasilitas untuk Kegiatan Budaya Kreativitas, dan Rekreatif yang Ramah Anak

 Klaster V : Perlindungan Khusus

Perlindungan Khusus Anak

Ke mana melaporkan jika terjadi masalah anak? Biasanya kita sudah menyimpan nomor-nomor darurat yang bisa dihubungi, seperti Kepolisian, dan KPAI. Itu hal paling pertama dilakukan ketika menemukan eksploitasi atau kekerasan terhadap anak. 

Selain itu, sebenarnya kita bisa menghubungi Pusat PelayananTerpadu, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), di daerah masing-masing. Berikut layanan-layanan yang diberikan:   

a. Anak Korban kekerasan dan Penelantaran yang Terlayani
b.   Anak yang Dibebaskan dari Pekerja Anak
c.  Anak Korban Pornografi, NAPZA, dan HIV Aids yang Terlayani
d. Anak Korban Bencana dan Konflik yang Terlayani
e. Anak Penyandang Disabilitas, Minoritas, dan Terisolasi yang Terlayani
f. Anak Berhadapan dengan Hukum yang Terselesaikan
g. Anak Korban Jaringan Terorisme yang Terlayani
h.  Anak Korban Stigmatisasi Akibat Kondisi Orang Tua 


Performa dari serangkaian indikator di atas menjadi kriteria dalam pemberian poin penilaian, dengan tingkatan masing-masing penghargaan, menuju Kabupaten/ Kota Layak Anak. Berikut peringkatannya:

(KLA) Kab/ Kota Layak Anak – total nilai: 901 -1000 
Hingga saat ini belum ada Kabupaten/ Kota yang mencapai peringkat KLA*

UTAMA – total nilai: 801 – 900
Peringkat Utama diraih kota Surabaya dan Surakarta*

NINDYA – total nilai: 701-800
Sebanyak 11 kabupaten/ kota berhasil mencapai peringkat Nindya*

MADYA – total nilai: 601- 700
Ada 51 Kabupaten/ Kota yang memperoleh peringkat Madya*

PRATAMA – total nilai: 501 -600 
Sebanyak 113 Kabupaten/ Kota meraih peringkat Pratama*

(*sumber: idntimes.com 24 Juli 2018)





Prestasi Kota Jakarta

Mari kita tengok capaian prestasi ibukota kita yang diraih dalam dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2018. Melansir situs berita jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meraih 10 penghargaan Kota Layak Anak dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2018. 

Sedang untuk tingkat provinsi, DKI meraih dua penghargaan, antara lain sebagai pengembangan penggerak kabupaten/ kota layak anak dan sebagai Inisiator Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) P2TP2A.

Untuk tingkat kota, penghargaan sebagai Kota Ramah Anak tingkat Madya diraih Pemkot Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Sedangkan untuk tingkat Pratama direbut Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Kabupaten Kepulauan Seribu.

Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Sudin Dukcapil) Jakarta Barat meraih penghargaan pelayanan akte kelahiran tingkat Madya. Sementara untuk kategori Sekolah Ramah Anak diraih Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Jakarta Selatan.

Seperti diketahui, belum ada satupun Kabupaten/ Kota yang menduduki posisi Kota Layak Anak. Hal ini menjadi lecut semangat kita untuk makin berbenah tiap waktu. Teringat kita akan pesan seorang penyair masyur Khalil Gibran, Anakmu bukan milikmu, adalah tugas bersama kita menjalankan ikhtiar mulia ini guna memberikan yang terbaik untuk generasi penerus bangsa. 

Komentar