JNE Dukung Kuliner Nusantara: Untung diraih, Kuliner Tersohor
![]() |
| sumber foto: +Sobat Budaya | |
Melestarikan budaya Nusantara dapat diupayakan anak-anak negeri dari berbagai bidang atau latar belakang. Tak terkecuali oleh jasa layanan titipan kilat JNE. Sekali mendayung dua pulau terlampaui; meraup untung sekaligus ikut melestarikan budaya.
Bentangkan Pasar, Berikan Nilai Tambah
“Kalau kita bisa mempertahankan budaya dan (upaya pelestarian) itu bisa jadi duit, apa salahnya? Ini akan jadi kekayaan nanti milik anak cucu kita yang bisa diteruskan sampai kapanpun. Maka JNE merasa perlu mempelajari lebih dalam mengenai ini, “ungkap Komisaris JNE Johari Zein dalam Peluncuran Aplikasi Peta Kuliner Nusantara (Lengkuas), bukalapak.com, Plaza Cityview, Jakarta (26/11/16).
Lewat program-program
bersemangat pelestarian budaya, dalam hal ini menyentuh dunia kuliner, JNE memberdayakan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan Pesanan Oleh-oleh Nusantara (PESONA) yang mendongkrak pendapatan, dan Buah Tangan On the Go (OMIYAGO) yang memberi nilai tambah pada produk.
“Pertama, yang sudah jalan, Pesona;
pesanan oleh-oleh Nusantara. Di era digital segalanya dimudahkan dalam
melakukan interaksi melalui internet. Kita ingin berbagi apa yang JNE miliki
yaitu kemampuan distribusi. Umumnya penjual makanan itu UKM. Yang kita lakukan
adalah membuka market bagi para
penjual makanan di seluruh Indonesia. Sehingga mereka bisa menjual dari satu
titik terbatas, lokal, menjadi nasional,” papar Johari.
Berikutnya, Omiyago, yang meningkatkan
nilai dari produk. Johari menuturkan, penjual makanan Indonesia pantas
mendapatkan harga yang lebih. Jika dibandingkan produk negara-negara tetangga,
meski berbahanbaku sama, harga jual bisa berbeda 10 kali lipat dari harga penjual
di Indonesia. Peningkatan nilai bisa dari kualitas pengemasan, variasi ukuran
kemasan, dan kombinasi produk.
“Kadang penjual kita kurang memperhatikan masalah yang bisa menjadi added value, yang harusnya bisa menaikkan penjualan, seperti packaging, volume. Kalau kita beli bika ambon dari Medan, selalu kita beli satu loyang, padahal yang kita makan 3-5 pieces. Kalau harganya bisa dikurangi, tapi ujungnya bisa lebih tinggi, dengan kombinasi makanan dalam bentuk yang lebih kecil, itu added value yang bisa kita lakukan,” jelasnya.
Wingko babat di Semarang selalu
datang dengan kertas yang sedikit lebih baik dari kertas koran. Johari menggagaskan,
selain kemasan perlu diperbaiki, produk juga bisa dikombinasikan.
“Tidak selalu kita jual wingko
babat apa adanya. Mungkin bisa dikombinasi dengan selai. Cara kita memakannya juga
bisa menjadi added value. Kita memberikan
sebuah model pengalaman yang lain melalui kuliner,” sebutnya.
Acara peluncuran bertema “Peta
Kekerabatan Kuliner & Jalur Rempah Nusantara” yang diselenggarakan Sobat Budaya ini juga menghadirkan
Sejarawan JJ Rizal, Presiden Bandung Fe Institute, Founder Sobat Budaya, Hokky
Situngkir, dan Ketua Umum Sobat Budaya, Siti Wulandari.