Di tengah perjalanan keluarga, Jim Morrison kecil meyaksikan
kecelakaan tragis di ruas jalan tandus sunyi antara Albuquerque dan Santa Fe.
Begitu membekas kejadian itu sampai pentolan the Doors ini perlu mengabadikan dalam lirik Peace
Frog: “Indians scattered on dawn's highway bleeding. Ghosts crowd the young
child’s fragile eggshell-mind”. Gambaran betapa rapuh benak bocah hingga rentan
dimanipulasi.
Bukan Lupa,
Disimpan Di Paling Bawah
Hal ini senada dengan apa yang diutarakan Psikolog
Liza Djaprie. Menurut Liza, otak anak-anak serupa spons yang mudah menyerap
cairan apapun yang merembes melumurinya. Cairan, dalam hal ini, sugesti berupa rangsangan
visual yang akan selalu membekas bahkan hingga tumbuh dewasa.
Semua yang kita lihat dan rasakan , lanjut Liza,
pasti akan tersimpan dalam memori dan diproses
oleh otak (pikiran). Jadi tidak ada istilah ‘lupa’, yang ada adalah pembagian memori
di slot alam sadar (concious) dan alam
bawah sadar (unconcious). Kita ingat
sesuatu kalau itu tersimpan di alam sadar. Adapun untuk kenangan yang nun jauh
di sana, dapat suatu saat datang kembali. Hanya tinggal tunggu pemantik yang
mengundang ingatan lama.
Di dalam bus, tetiba saya teringat spesifik satu
nama. Memori saya langsung melambung kala menangkap wangi khas parfum seorang penumpang
perempuan. Padahal ia bukan dia yang kukenal. Hanya kebetulan punya selera
minyak wangi yang sama. Benarkah sekadar kebetulan? Wewangian membawa kembali
memori terdalamku yang menyembul ke alam sadar.
Di lain waktu, saya mengendus asap rokok
dari seorang perempuan paruh baya yang kontan mengepulkan kenangan akan nenek yang
tinggal di Bondongan, Bogor. Bau asapnya mirip dengan aroma yang kerap menguar di
kediaman beliau ketika kami berkumpul di akhir pekan.
Begitu lekatnya, jangan-jangan hanya itu
yang kuingat dari nenek. Sigaret yang mengambil brand dari penggalan nama salahsatu negara bagian Amerika Serikat.
Kabarnya, rokok itu sudah tidak diproduksi lagi atau ganti kemasan karena sudah
diakuisi. Entahlah. Saya masih duduk di bangku sekolah dasar ketika nenek harus
mengucapkan perpisahan untuk selamanya.
Audisi
Ajang Eksploitasi
Bicara rokok, saya teringat salahsatu brand rokok terkenal yang diduga sedang membangun kesadaran merek (brand awarness) lewat ajang audisi olahraga untuk anak. Berbungkus kompetisi badminton, produsen gulungan
tembakau asal Kudus ini menaburkan pemikat ke berbagai kota. Brand rokok ini mengunakan
ribuan tubuh anak-anak lugu dari berbagai daerah yang berjajar teratur menjadi
alat promosi produk. Tanpa anak-anak ini sadari.
Djarum sudah menggelar audisi beasiswa bulutangkis
sejak 2006. Awalnya, audisi beasiswa hanya untuk remaja usia 15 tahun dan hanya
digelar di kota Kudus. Pada 2015, audisi merambah ke berbagai kota di Indonesia.
Pada 2017. Peserta audisi yang dijaring lebih muda lagi, yakni di bawah usia 6
tahun sampai 15 tahun.
PP 109 lahir pada 2012 sebagai turunan
Undang-Undang Kesehatan No. 36/2009 yang membatasi iklan rokok di berbagai media.
Tak putus akal, Djarum menempuh soft selling
lewat kaos-kaos berlogo produk yang dipakai secara sukarela oleh anak-anak yang
tanpa sadar sedang diperalat raksasa korporasi.
Punya pengalaman dari 1974 dengan mendirikan
Persatuan Bulutangkis Djarum di Kudus Jawa Tengah, Djarum manfaatkan peluang melancarkan
strategi pemasaran yang jitu, efektif, lagi efisien. Mengambil hitungan simulasi
dari jumlah peserta audisi di 2017, promosi lewat kaos jauh lebih murah enam
kali dibanding mencetak spanduk.
Dugaan eksploitasi makin menguar kala mengamati porsi beasiswa yang disediakan sangat tidak proporsional dibanding jumlah peserta audisi. Hal yang kontras terlihat
dari jumlah peserta audisi umum beasiswa Djarum Bandminton 2008-2018. Dalam 10
tahun, jumlah peserta audisi melonjak hingga lebih 13 kali lipat; 445 anak pada
2008, yang dapat beasiswa hanya 20 anak, menjadi 5.957 anak pada 2018, yang mendapat
beasiswa hanya 23 anak.
Total selama 10 tahun 23.683 anak terlibat, tapi
jumlah penerima beasiswa hanya 245 anak saja,
yakni 0,01% dari jumlah peserta yang mengikuti audisi. Hal ini menyingkap audisi
beasiwa bulutangkis hanya kedok belaka. Tujuan sebenarnya adalah menggelar promosi
produk secara besar-besaran, tanpa harus dikenali sebagai iklan, dengan mengakali
peraturan.
Praktik promosi ini, sebut Liza, dkenal
dengan sebutan Subliminal Advertising. Teknik iklan yang mengekspos individu
pada suatu gambaran produk, nama dagang atau rangsangan produk dagang lainnya, di mana individu tidak menyadari dirinya sedang terekspos. Kembali lagi, si target Djarum adalah anak yang memiliki sensitivitas tinggi hingga rangsangan yang dipapar hari ini akan
menjadi bom waktu tertanam di alam bawah sadar yang suatu saat bisa meletup di
waktu yang tepat.
Si anak akan mengingat Djarum sebagai brand yang 'baik hati', memberi kaos, perlengkapan olahraga, dan beasiswa. Yang dikhawatirkan adalah, tidak mesti
menunggu sampai dewasa, si anak alumni audisi ini bisa saja mencoba
merokok akibat memori bawah sadar yang kapanpun bisa tetiba menyembul. Memori tentang ‘kebaikan’ yang pernah mereka dapat dari Djarum. Suatu kata kunci (keyword) yang positif mengenai suatu produk yang sangat membahayakan kesehatan.
|
dok. Yayasan Lentera Anak |
Yayasan Lentera Anak
Hal inilah yang menjadi kepedulian Yayasan Lentera
Anak (Lentera Anak Foundation), sebut Pendiri Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari. Yayasan Lentera Anak mengeluarkan butir-butir sikap dan
rekomendasi antara lain, mendesak dan menuntut penyelenggara Audisi Beasiwa Djarum Bulu Tangkis, yaitu Djarum Foundation
untuk tidak melibatkan anak dalam seluruh kegiatannya, dan menghentikan
eksploitasi anak dalam segala bentuk
termasuk menjadikan anak media promosi.
Yayasan Lentera Anak mendesak pemerintah untuk
melakukan tindakan tegas kepada penyelenggara audisi beasiswa Djarum Bulu tangkis
dengan menghentikan kegiatan yang berpotensi eksploitasi anak dan mengambilalih upaya pembinaan bulu tangkis pada anak-anak.
Yayasan Lentera Anak juga mendesak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga negara untuk menjalankan
tugasnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 76 (huruf g) UU Perlindungan Anak No.
35 Tahun 2014 untuk memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran hukum dan eksploitasi anak pada kegiatan Audisi Beasiwa Djarum Bulu Tangkis.
Gerakan mulia ini menarik perhatian sejumlah blogger (narablog) yang berkumpul menyampaikan sikap kepedulian terhadap tumbuh kembang anak-anak bangsa. Pada Sabtu, 30 Maret 2019, para pejuang literasi ini membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan kepada Yayasan Lentera Anak yang berikhtiar untuk masa depan anak Indonesia yang lebih baik. Bloger pun tak mau ketinggalan, tangkis segala bentuk eksploitasi terhadap anak. Termasuk eksploitasi anak berbungkus ajang perebutan beasiswa bulu tangkis. Smash!
Komentar
Posting Komentar