Era Digital, Perlukah Buku Diselamatkan?


Di era digital ini, apakah orang masih membaca buku? Apakah buku perlu dibela, dan diselamatkan? Pertanyaan-pertanyaan ini bergulir dari pidato Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Lucya Andam Dewi, dalam sambutan pembukaan Indonesia Internasional Book Fair 2014, Guest of Honour: Saudi Arabia, Istora Gelora Bung Karno, Jakarta (1/11/14).


Peluang,  Bukan Ancaman

Disampaikan, dunia penerbitan sedang menghadapi beberapa opsi tentang bagaimana mengantisipasi era digital.

“Kami sadar, dunia penerbitan buku sedang menghadapi beberapa opsi. apakah opsi ini saling menafikan atau berjalan paralel," ujarnya.

Kehadiran media online dan digital telah mengubah karakter membaca generasi abad 21. Pertanyaannya bahkan menjadi lumayan radikal. 

"Bukan lagi orang beralih dari media buku cetak ke media digital. Tapi apakah orang masih membaca buku? ke mana generasi sekarang mencari informasi, ke mana mereka merujuk saat mencari jawaban? “ tanya Lucya di depan para tamu undangan.   

Buku cetak atau digital memang bukan satu-satunya sumber informasi. Namun , menurutnya buku menyajikan tampilan utuh dan komprehensif.

“Buku menyajikan kedalaman dan kelengkapan gagasan, Buku memberikan tempat bagi teori-teori besar, hasil-hasil penelitian, panduan, etika kerja, dan cerita-cerita yang menyentuh untuk tampil utuh dan komprehensif. Lewat buku, penulis mendapat kesempatan mengeksplorasi hasrat dan ide sejauh-jauhnya,” tandasnya. 

Oleh buku, kita 'dipaksa' mencerna, menganalisa dan menarik kesimpulan lewat kalkulasi yang cermat. 

"Apakah media online bisa menggantikan itu? Jika tidak, apakah buku perlu dibela dan diselamatkan, agar tetap berkibar di tengah generasi baru. Atau para penulis dan editor harus menemukan cara baru dalam berekspresi. Bahkan, apakah ilmu pengetahuan harus disusunulang untuk mengakomodir media penyampaiannya di masa depan,” tanyanya lagi.

Namun, saat media  buku bergerak ke dunia digital, saat media online mengambilalih banyak peran, justru sejumlah model bisnis baru pun bermunculan. Dan seperti dalam hampir semua kasus gelombang baru, pertanyaan klasik muncul: Apakah ini sebuah ancaman atau peluang?



Badan Pengembangan Perbukuan Nasional

“Apapun jawaban kita, di manapun posisi kita, IIBF adalah pameran buku yang mengakomodir kepentingan itu . Ini bukan sekadar tempat berdagang. Lebih dari itu, ini adalah tempat berdiskusi untuk mencari solusi. Tahun 2015 menjadi tahun yang penting bagi kita. Tidak hanya literasi Indonesia bisa tampil di pentas dunia. Juga menjadi tahun asean economic community yang harus kita siapkan,” tandasnya.

Tapi yang paling penting, lanjut Lucya, tahun 2015 merupakan momen 70 tahun Indonesia Merdeka. Banyak pekerjaan rumah yang dikerjakan, khususnya menghadapi persaingan ketat. Salahsatunya, IKAPI perlu punya badan pengembangan perbukuan nasional.

“Kita harus tampil menjadi pelaku industri perbukuan yang percaya diri. Untuk itu ,IKAPI selalu menyuarakan pentingnya negeri ini memiliki badan pengembangan perbukuan nasional yang melakukan kegiatan strategis untuk peningkatan budaya literasi kita, seperti yang juga dilakukan negara-negara tetangga,” pungkasnya.   

Hadir membuka secara resmi perhelatan tersebut, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, pembacaan doa oleh Imam Masjidil Haram dan Masjdi Nabawi, Syeikh Abdurrahman As-Sudais, serta sambutan oleh Duta Besar Arab Saudi di Indonesia, Mustafa Ibrahim Al-Mubarak.  

IIBF 2014  dianggap istimewa karena menjadi salah satu program “Road to Indonesia as the Guest of Honor Frankfurt Book Fair 2015”. Ajang  pameran buku internasional yang digelar selama 10 hari ini diikuti 87 peserta, terdiri dari penerbit, toko buku, perpustakaan dan lembaga kebudayaan dan pendidikan, media massa, serta industri lainnya dari dalam dan luar negeri. IIBF 2014 diikuti 11 negara, yaitu Indonesia  Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Cina, Taiwan, Kanada, Pakistan, Mesir, dan Saudi.

IIBF 2014 juga dilengkapi dengan Indonesia Rights Fair (IRF), yang merupakan ajang jual-beli hak paten baik dalam dan luar negeri. Selain itu, Indonesia Book Fair juga menghadirkan perusahaan atau lembaga yang mengembangkan layanan teknologi e-book dan digital publishing. (ark)

Komentar