Bukan Bakar Uang, Menteri Arief Yahya Jelaskan

selular business forum

Bapak Ilmu Sosiologi dan Sejarah, Ibnu Khaldun (1332 -1406 M) melontarkan teori masyhur soal bangkit dan musnahnya suatu peradaban. Suatu imperium yang kuat, jika tak lanjut memperkuat, kekuasaannya bisa direbut ‘orang-orang luar kawat’. Kawanan pengembara padang pasir yang solid dan sigap. 


Tahan Petahana

Hari ini disebut-sebut sedang terjadi revolusi keempat, yakni revolusi digital. Muncul kawanan pemain baru, yang mampu menggetarkan imperium. Anak kemarin sore yang adaptif dengan kebutuhan industri zaman now. Maka, perusahaan-perusahaan lama, lewat tangan dingin CEO, harus segera hijrah ke digital agar tak terpental.

Yang resisten selalu para pemain lama, ungkap Menteri Pariwisata RI Arief Yahya. Tapi para CEO pemain lama harus siapkan amunisi revolusi jika ingin terus bermain.

“Yang resisten selalu incumbent. Ketika datang internet, kalau CEO-nya tidak pintar-pintar banget, bahaya itu, “tandasnya dalam Selular Business Forum: Seminar Nasional Pariwisata Go Digital Wonderful Indonesia “Tingkatkan Daya Saing Pariwisata dengan Teknologi Broadband”, Hotel Le Meridien, Jakarta (13/11/17).

Para petahana, orang-orang tua ini, lanjut Pak Menteri, akan selalu berkata kepada anak-anak kemarin sore itu; Mengapa kok begini. Kamu sih enggak fair. Kamu hanya membakar uang (burning money). Sebenarnya tidak begitu. Ini hanya perbedaan skema bisnis. 

Menteri Arief mengilustrasikan lewat perbandingan antara tanah dan apartemen. Ibu kita lebih suka beli apartemen, sedang para bapak lebih suka beli tanah. Mana yang return -nya lebih tinggi?

“Beli apartemen 100 juta. Disewakan setahun dapat 10%. Dapat Rp 10 juta. Namanya operational return. Non operation return-nya adalah capital gain. Kenaikan harga apartemen itu. Capital gain apartemen kira-kira 5%. Jadi total return 15%;  10% dari operasional, dan 5 % dari non operational return,” jelasnya.

Bagaimana dengan bapak kita yang lebih suka membeli tanah?  Bapak beli tanah seharga Rp 100 juta. Umumnya tanah tidak disewakan, maka tidak dapat biaya sewa. Walhasil, operational return nol. Tapi dari non operational return, harga tanah bisa lebih tinggi ketimbang apartemen.

“Tapi dari non operational return, capital gain kenaikan harga tanah bisa sampai 20-30%. Di indonesia rerata 25%. Ketemu  5 tahun lagi value-nya berbeda. Yang tanah meski tidak ada operational return, value-nya lebih tinggi dari apartemen setelah 5 tahun kemudian,” bebernya.

Conventional company umumnya hanya berpikir atau lebih fokus kepada pendapatan operasional. Sementara Digital company lebih ke pendapatan non operasional. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan tarif.

“Bukan perang tarif, sebenarnya. Itu akibat business scheme. Dia murah karena akan mengambil customer yang banyak. Perbedaan skema bisnis inilah yang mengakibatkan tarif berbeda. Yang satu mahal, yang satu lebih murah,” tuturnya.  

Terakhir, Menteri Arief Yahya berpesan, setelah sekian lama menikmati kemewahan, sudah saatnya incumbent berubah sesegera mungkin mengimbangi irama zaman.

“Selama kita menjadi incumbent karena sudah menikmati kemewahan bertahun tahun, kemungkinan kecil kita mau berubah. Maka saya sangat sarankan anak-anak bapak sajalah yang mengubah perusahaan ini,” saran pak Menteri.

Atau bisa coba langkah lain, rekrutlah kids zaman now.  

“Kalau anak bapak tidak mau, hire orang luar. Set up orang dari luar yang fresh, anak-anak muda. Pilihannnya harus sesegera mungkin mengubah cara bisnisnya,” pungkasnya.  

Hadir sebagai narasumber, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Direktur Utama angkasa Pura 2 Muhammad Awaludin, Ketua Umum ASITA Asnawi Bahar, Global Senior Digital Marketing Specialist Traveloka M. Ilman Akbar, dan Pengawas Pemasaran dan Periklanan Digital Nukman Lutfie.

Komentar