APLI Talk Show: Kenali Ciri-Ciri Investasi Bodong!

  

Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia


Kemarin seorang kawan menawarkan peluang bisnis seputar aplikasi rintisan. Kerjanya gampang. Kita hanya menonton video-video yang tampil di aplikasi startup itu, dan uang langsung mengalir ke akun kita. Wow. Merebut peluang menghasilkan pundi-pundi di tengah masa pandemi. Siapa yang tidak mau? 


Jangan Kepincut Janji Manis

Tapi apakah iya segampang itu. Mari kita telusuri lebih detil. The devil is in the detail, kata ungkapan barat. Jadi, aturan mainnya, tiap anggota  harus menonton 5 video iklan selama 40 hari untuk mendapatkan 0,3 poin. Tiap 1 poin dihargai 1 dolar Amerika. Sudah kebayang dong, kita akan menghasilkan 12 USD selama 40 hari. 

Ah kelamaan ya. Eh, ternyata ada jalan instan. Mereka menyediakan pilihan untuk membeli paket-paket bintang agar pengumpulan poin lebih cepat. Hmm. Dari sini mulai tercium aroma tidak beres. Jangan-jangan model bisnis tipu-tipu ala ponzi atau skema piramida saja ini.

Masa pandemi membuat kita harus lebih jeli lagi mengambil peluang bisnis. Dewan Komisioner Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Djoko H. Komara mengingatkan, penipuan berkedok bisnis justru makin banyak muncul di tengah krisis ekonomi. Menguatkan pendapat tersebut, narasumber APLI Talk Show, Dewan Komisioner APLI Roys Tanani mengajak masyarakat mengenali ciri-ciri bisnis ilegal berkedok direct selling.

“Pertama, perhatikan apakah dia menjual produk atau perekrutan. Kedua, apakah dia punya KBLI 47999 (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia-red) dan legalnya lengkap. Ketiga, apakah dia anggota APLI,” beber Roys dalam APLI Talk Show "Maraknya Investasi Ilegal Dalam Industri Direct Selling", Nu Skin Indonesia, City Plaza, Jakarta, 9 Desember 2020.  

Roys Tanani ungkapkan, penjualan langsung berjenjang atau direct selling yang benar adalah menjual produk, dan kita mendapat keuntungan dari hasil penjualan. Jadi masyarakat harus berfikir logis sehingga tidak terbuai janji manis dan iming-iming pengembalian investasi besar tanpa perlu kerja keras.

 

Perma Nomor 13 Tahun 2016

Belum lama ini publik digemparkan investasi ilegal berkedok aplikasi penyedia jasa iklan MeMiles. MeMiles mengajak anggota top up dengan iming-iming keuntungan gede. Dalam waktu 8 bulan, MeMiles berhasil menyedot uang hingga 750 miliar rupiah dari 264 ribu anggotanya. Meski dipidanakan, Bos MeMiles, Kamal Tarachand Mirchandani (Sanjay) divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sanjay tidak terbukti bersalah.

Head Legal Consultant APLI Dr. Uus Mulyaharja, SE, SH, MH, M.Kn, CLA ungkapkan, banyak sisi yang membuat kasus pidana skema ponzi atau piramida sulit diberantas. Di antaranya, kadang korban juga ikut dalam jaringan investasi ilegal tersebut, sehingga mereka mudah diajak negosiasi.

“Undang-undangnya memang kalau kita lihat deliknya formal, pasal 105, tanpa harus ada kerugian. Tapi dalam praktek penegakkan hukum tidak mudah, karena membutuhkan korban juga. korbannya siapa? Kadang korban juga ikut dalam jaringan mereka,” bebernya.

Kemudian, skema piramid gampang diduplikasi. Meski perusahaan yang bermasalah itu bubar, mereka bisa membuat perusahaan baru dengan skema yang sama.

Uus sebutkan, seharusnya undang-undang terkait kejahatan inventasi ilegal tidak hanya  dikenakan terhadap orang, tapi juga terhadap perusahaannya.

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang pertanggung jawaban korporasi bisa digunakan bersama UU Perdagangan untuk menjerat pelaku investasi ilegal. Sifat dari pertanggung jawaban ini dalam hukum pidana modern sudah berkembang, tidak lagi menganut asas “Societas/ universitas delinquere non potest”. Asas ini berarti badan hukum/ perkumpulan tidak dapat melakukan tindak pidana.

“Dulu hanya (digunakan-red) terhadap orang. Tapi seharusnya kepada badan hukum juga. Bisa jadi badan hukum menerima keuntungan. Kadang orangnya dijerat, tapi hartanya milik badan hukum. Tidak mudah juga dilakukan penyitaan,” tandasnya.  

Hadir juga sebagai narasumber APLI Talk Show Day 3, NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri AKBP Juliarman EP Pasaribu, S.Sos, SIK. Juliarman berbagi pengalaman, dia bersama tim berhasil menggulung praktik investasi ilegal berkedok bisnis Multi Level Marketing (MLM) Wandermind pada 2015. Investasi bodong ini beroperasi di Papua sejak Maret 2014,  dan mengakibatkan kerugian mencapai angka 154 miliar rupiah.  

Komentar