Kemenkes Atasi Tantangan Akses Imunisasi Bagi Anak Jalanan

  

kemenkes imunisasi anak jalanan

Rekan Pembaca, pandemi tak pelak mengakibatkan cakupan imunisasi rutin lengkap anak menjadi rendah. Mengutip laman kemkesgoid, gangguan rantai pasokan, aturan pembatasan kegiatan, dan berkurangnya tenaga kesehatan ditengarai menjadi penyebab utama.

 

Hidup Berpindah, Dokumen Hilang  

Tantangan ini makin mengemuka bila kita bicara sasaran imunisasi bagi populasi khusus, salah satunya untuk anak jalanan. Akses imunisasi bagi anak jalanan menjadi sulit, acapkali disebabkan oleh kendala ketidaktersediaan dokumen resmi yang diperlukan untuk memperoleh layanan kesehatan. Mengutip Tribunjateng (Jumat, 13 Mei 2022), sejumlah anak jalanan di Kota Semarang kesulitan mengakses layanan imunisasi karena terkendala Administrasi Kependudukan (adminduk). 

Anak-anak jalanan ini banyak ditemukan di pusat kota maupun di pinggiran Kota Semarang. Di antaranya, di depan Swalayan ADA Banyumanik. Sekitaran Tugu Muda Semarang, depan Kampus Stekom Krapyak Semarang, serta di sekitar lampu merah jalan arteri Kota Semarang. Anak jalanan yang disebut berjumlah puluhan anak ini terpaksa ikut bersama orang tuanya hidup di jalan dengan kondisi kesehatan yang tak terpantau. Mereka terpaksa bekerja menjadi pemulung, berjualan koran, dan mengemis. 

Kerap hidup berpindah-pindah, membuat orang tua dan wali anak jalanan ini kurang memperhatikan kelengkapan dokumen identitas diri, misal, surat lahir dan buku kesehatan ibu dan anak (Buku KIA). Dokumen-dokumen penting tersebut entah hilang atau tercecer. Ada pasangan suami istri penyandang masalah sosial ini yang memiliki KTP tapi hilang di kampung atau di daerah tinggal mereka sebelumnya. Mereka ingin mengurusinya di tempat mereka sekarang berada, tapi bingung dan tidak tahu harus mulai dari mana. Kalau sudah begini, mereka pun menjadi sasaran empuk  bagi pungutan liar (pungli) akibat kelemahan administrasi yang dialami. 

Kendatipun, ada juga anak-anak dari orang tua nomaden ini yang bernasib baik, karena diasuh anggota keluarga yang menetap. Sehingga mereka terdaftar di Kartu Keluarga untuk bisa mengakses layanan kesehatan dan memperoleh Imunisasi Dasar Lengkap (IDL). 

 

Strategi dan Solusi  

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, perlu adanya upaya dari berbagai pihak, termasuk organisasi kesehatan, pemerintah, dan masyarakat. Dalam hal ini, dibutuhkan strategi yang spesifik dan sensitif terhadap kebutuhan anak jalanan, termasuk pendekatan yang ramah anak, mengadopsi lokasi yang mudah dijangkau, serta menggalang dukungan dari keluarga dan masyarakat lokal. 

Sejumlah organisasi non-pemerintah dan pemerintah telah mengambil inisiatif untuk menyediakan imunisasi bagi anak jalanan. Berikut ini beberapa cara untuk memperoleh akses imunisasi bagi anak jalanan: 

1.    Mobil kesehatan: Beberapa organisasi telah menyediakan mobil kesehatan yang dapat menjemput anak jalanan di tempat mereka berada dan memberikan layanan kesehatan termasuk imunisasi. 

2.    Pusat kesehatan komunitas: Beberapa pusat kesehatan komunitas menyediakan layanan kesehatan bagi anak jalanan dan mungkin dapat memberikan imunisasi secara gratis atau dengan biaya yang terjangkau. 

3.    Kolaborasi dengan kelompok sosial: Kolaborasi dengan kelompok sosial atau organisasi masyarakat lokal yang bekerja dengan anak jalanan dapat membantu menjangkau anak-anak tersebut dan memberikan layanan kesehatan termasuk imunisasi. 

4.    Program pemerintah: Beberapa program pemerintah menargetkan anak jalanan dan menyediakan imunisasi gratis atau dengan biaya yang terjangkau. 

 

Proteksi Individu dan Proteksi Lintas Kelompok 

Kesadaran orang tua anak jalanan melakukan imunisasi biasanya timbul ketika tiba waktu mereka mendaftarkan anak sekolah. Wajib memiliki sertifikat imunisasi menjadi salah satu persyaratan bagi anak boleh masuk sekolah dasar negeri. Jadi, kadang bukan semata lantaran kesadaran akan pentingnya imunisasi. Tapi didorong keterpaksaan mereka dalam memenuhi persyaratan untuk mengakses pendidikan anak. 

Sebagian besar anak jalanan tinggal di lokasi yang sulit dijangkau, sehingga tidak mudah diakses layanan kesehatan. Kondisi ini juga membuat orang tua atau wali anak tidak memperoleh informasi yang valid tentang manfaat dan pentingnya imunisasi. Maka tak heran bila terjadi penolakan atau keengganan mereka membawa anaknya untuk divaksin. Masih banyak orang tua anak jalanan menganggap imunisasi anak tidak perlu, karena melihat dirinya sehat-sehat saja meski tidak melakukan imunisasi saat kecil dulu.  

Padahal, imunisasi sangat penting sebagai modal proteksi kesehatan anak sejak dini. Direktorat Pengelolaan Imunisasi, Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI Dr. Sulistya Widada mengungkapkan, anak yang tidak diimunisasi lengkap, berisiko memiliki kekebalan rapuh terhadap penyakit-penyakit berbahaya. Akibatnya, mereka mudah tertular penyakit, menderita sakit berat, menderita cacat, bahkan meninggal dunia. Anak-anak yang tidak diimunisasi juga berpotensi besar menjadi sumber penularan penyakit bagi orang lain. Maka, imunisasi menjadi penting sebagai ikhtiar bersama menciptakan proteksi individu, kekebalan kelompok, dan proteksi pintas kelompok.  

Hal tersebut disampaikan Dr. Sulis dalam acara Temu Blogger Dalam Rangka Pekan Imunisasi Dunia Tahun 2023 “Ayo, Lindungi Diri, Keluarga, dan Masyarakat dengan Imunisasi Lengkap", Selasa, 21 Maret 2023, Auditorium Siwabessy Lt.2, Gedung Prof Sujudi, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan. 

Kondisi pandemi berpengaruh terhadap penurunan cakupan imunisasi nasional, dari 93,7% (2019) menjadi 82,8% (2021) dengan lebih dari 400 ribu anak tidak diimunisasi. Untuk itu, pada 2022, Indonesia mengejar ketertinggalan dengan menutup celah imunitas dengan menggulirkan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Pada program tersebuty juga dilakukan peningkatan advokasi dan sosialisasi kepada LP/LS, monitoring & evaluasi capaian imunisasi, on the job training, bimbingan teknis, dan penggerakkan kader. 

 

Soal Status Halal Imunisasi 

Tentu muncul tantangan mengemuka, terutama persepsi negatif masyarakat terhadap imunisasi, terkait keamanan, kualitas vaksin, penyebab kemandulan dan autisme, dan lain-lain. Salah satu tantangan yang terus dihadapi hingga kini yaitu terkait status kehalalan vaksin yang digunakan untuk imunisasi. Hal ini juga yang semoat ditanyakan penulis kepada para narasumber acara temu blogger.  

Narasumber berikutnya, Dr. dr. Raihan, Sp.A(K) dari  Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menGinformasikan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 04 Tahun 2016 tentang Imunisasi. Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. 

Adapun pertimbangannya, terdapat aspek darurat dan kondisi terdesak. al-Dlarurat: kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiwa manusia, dan al-Hajat: kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang. Kendati demikian, MUI dalam fatwa tersebut juga memberikan rekomendasi, salah satunya, mendorong Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.   

Melengkapi dr. Raihan, dr. Sulis mengungkapkan, vaksin-vaksin yang digunakan mengalami proses pembuatan di mana secara produk akhir sudah bebas dari unsur-unsur yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, kondisi tersebut disebut istihlak (استحلاك), yaitu bercampurnya benda haram/najis dengan benda lainnya yang suci dan halal, yang jumlahnya lebih banyak, sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang sebelumnya, Jadi kalau kita menggunakan konsep istihlak, vaksin-vaksin ini tidak dinyatakan haram. Hal tersebut disampaikan Penulis buku “Pro Kontra Imunisasi” dan “Berteman dengan Demam”  dr. Arifianto, Sp.A dalam artikel Republika (30/07/18). 

 

Komentar