Lembaga Bantuan Hukum ICMI (LBH ICMI) memberikan Bantuan Hukum (Advokasi) dan bertindak selaku kuasa hukum Siti Asmah.
LBH ICMI mengajukan permohonan pembukaan blokir atas SHM dimaksud, yang saat ini tercatat dalam status blokir. Padahal alas hak Siti Asmah dalam penguasaan atas tanah tersebut adalah SHM yang diterbitkan BPN.
Kemudian terjadi sengketa antara Siti Asmah dengan TNI AD yang mengklaim lahan tersebut juga miliknya. Sengketa tersebut sampai pada putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Peninjauan Kembali No. 51 PK/Pdt/2021 tanggal 24 Februari 2021, dan Putusan MA tersebut telah mempunyai kekuatan hukum (Inkracht van gewijsde).
Sekitar dua tahun setelah putusan MA tersebut, TNI AD melalui Surat Direktur Hukum TNI Angkatan Darat Nomor: B/724/VIII/2923 Tanggal 4 Agustus 2023 memohon kepada BPN Jakarta Selatan untuk memblokir tanah tersebut. Permintaan tersebut dikabulkan BPN.
Direktur LBH ICMI Dr. Yulianto Syahyu, SH., MH. menuturkan, putusan MA merupakan putusan lembaga yudikatif tertinggi.
“Saya kira semua kita, dan termasuk pejabat BPN mengerti, bahwa putusan Mahkamah Agung adalah putusan lembaga yudikatif tertinggi di Republik ini. Lembaga manapun tidak bisa menganulir putusannya yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,” ungkap Syahyu.
Direktur LBH ICMI Yulianto Syahyu dan kawan kawan, selaku kuasa hukum dari Siti Asmah, menjelaskan, SHM yang bersangkutan diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada tahun 2000 atas nama Tjuk Untung Fathya Surapati, yang sebelumnya merupakan pemegang Sertifikat Hak Pakai Nomor 13/1979. Kemudian dijual secara sah kepada Siti Asmah melalui Akta Jual Beli Nomor 37 Tahun 2006.
SHM tersebut telah berusia 17 tahun pada saat gugatan pertama diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2017. SHM tersebut telah berusia 15 tahun ketika Direktur Zeni TNI AD pertama kali mengetahui adanya sertifikat tersebut pada 2015.
Sehingga, mengacu Pasal 32 Ayat (2) PP No. 24 Tahun
1997, Direktur Zeni TNI AD lalai, dan haknya untuk menuntut kepemilikan tanah
tersebut telah daluarsa secara hukum. Seharusnya
TNI AD mengajukan keberatan kepada pemilik sebelumnya sebelum tanah, dan
bangunan tersebut di jual kepada Siti Asmah.
Dasar dan Pertimbangan lainnya, Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Putusan Peninjauan Kembali Nomor 51 pk/Pdt/2021 tanggal 24 Februari 2021 telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari Siti Asmah, serta membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2227 K/Pdt/2029 tanggal 10 September 2019.
Dalam pertimbangannya, MA menyatakan Judex Juris dan Judex Facti telah salah menetapkan hukum, karena tidak menerapkan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 dan tidak memberikan perlindungan hukum terhadap pembeli beritikad baik.
“MA juga menegaskan, Siti Asmah merupakan pembeli beritikad baik, karena transaksi dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang, objek jual beli tidak dalam status sengketa atau sita, telah dilakukan pengecekan di BPN, dan penjual tercatat sebagai pemilik sah berdasarkan sertifikat yang diterbitkan BPN,” jelas Syahyu.
Jadi, Surat Direktur Hukum TNI Angkatan Darat tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum pemblokiran lahan tersebut. Karena surat tersebut teranulir dengan putusan yang lebih tinggi, yaitu Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI yang telah final dan mengikat (inkracht van gewijsde).
“Apabila benar objek tanah tersebut merupakan bagian dari barang milik negara, seharusnya BPN menolak atau tidak menerbitkan sertifikat tersebut sejak awal. Termasuk ketika sertikat tersebut balik nama kepada Siti Asmah sejak tanggal 5 April 2006 setelah transaksi jual beli dengan pemegang hak sebelumnya Tjuk Untung Fathya Surapati, bukan justru setelah 17 tahun kemudian,” tandas Syahyu.
Maka, dasar
pemblokiran oleh TNI AD, sebut Syahyu, menjadi tidak relevan lagi, dan
bertentangan dengan prinsip kepastian hukum, perlindungan hak keperdataan,
serta asas itikad baik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta banyak regulasi
pertanahan lain yang dilanggarnya.

Posting Komentar untuk "LBH ICMI Advokasi Warga yang SHM Tanahnya diblokir BPN"