|
@ Nakupi Aceh |
“Kalau direncanakan sering tidak jadi, dan
kalau dadakan malah jadi”, lontar seorang kawan penggemar tahu bulat digoreng
dadakan 500an gurih-gurih enyoy.
Susu Jahe Merah
Begitu tekun kami menelusuri bilah demi bilah percakapan di WhatsApp Group (WAG) kampus, berkomentar, berbalas, menyelusupkan emoji, mendistribusi meme, membanjirkan informasi tetangga, hingga tiba satu kawan menyeruak lompat-lompat di tengah kerumunan: “Kalian ngobrol aja di grup, emang gak kangen ngumpul?”
Saya yang
tengah berdiri antara halte Kelapa Dua Sasak mendekati halte Kebon Jeruk jelas tidak
mau menyia-nyiakan peluang emas demi melihat satu bangku yang sontak ditinggalkan
penduduknya. Paling belakang dekat jendela pula. Lumayan hingga mendarat di halte busway Harmoni.
Memperoleh
kursi bus transjakarta membuat saya lebih nyaman menelusuri riwayat percakapan di grup, dan
menindaklanjuti kawan satu itu yang setidaknya menyadarkan saya dan dua-tiga anggota
grup membalas komen tersebut. Menjelang penyusunan skripsi bagi sebagian besar anggota
grup, mengharuskan mereka pindah waktu kelas, mengakibatkan makin jarang saja kami
bertemu, di banding sebelumnya bisa tiap hari dari senin hingga kamis ...malam.
|
Mengenang Sahabat kita Nova (kedua dari kiri) |
Ambil kuliah
malam untuk kelas pekerja memang berseni begini. Kita bisa seharian dalam
perjalanan pagi, di istirahat makan siang, menjelang rampung kerjaan di sore,
saling sapa, berinteraksi, bersilaturahim di udara, berupaya tetap saling sambung
di sesakan rutinitas, hingga semoga saja kembali bertemu di malam hari, semoga,
bila dosen datang malam itu.
Ya kami
kangen sebetulnya. Kangen ketemuan, ngumpul lagi, lesehan di sebelah gerobak
abang susu jahe Raissya, menikmati langit STIE Widya Persada Warung Buncit, di sebelah kafe si bule yang hanya berani kami masuki
di awal bulan saja. Riuh tenggelam suara kami di pinggir jalan sambil menikmati
susu jahe merah kerap menarik perhatian orang-orang yang lalu lalang, mampir
untuk dibungkus dan dinikmati di kost-an atau rumah yang sudah hampir dekat.
Yang
dari berbagai latar bisa bicara apa saja dari yang santai, digiring mulai
berat, hingga ada yang menarik kembali santai. Karena malam itu, bagi mahasiswa
yang bekerja dari pagi, sudah begitu penat tanpa perlu ditambah kondisi terkini
bangsa dalam adukan susu jahe merahnya.
Dukungan Jaringan Mumpuni
Namun sebelum
berhasil ketemuan itu memang perlu perjuangan bukan main. Harus ada satu provokator
penggemar tahu bulat digoreng dadakan 500an gurih-gurih enyoy untuk merealisasi
pertemuan spontanius ini, di tengah waktu yang mencengkeram pergelangan aku juga
kamu. Seorang penjaga ritme suasana WAG yang mengatur strategi, sedikit ngompor,
hingga berhasil membujuk, wabilkhusus yang tadi tidak berniat datang jadi
nongol juga, meski hanya sepuluh menitan atas nama kebersamaan. Momen yang bisa
begitu mewah hingga jarang yang mampu ini.
Sejurus
kemudian, butuh 1-2 anggota grup yang menindaklanjuti, japri satu persatu, mengonfirmasi keluangan untuk bisa ketemuan
malam nanti. Hingga ada yang komplen: “kok
dadakan, bang?” Ya itulah kita,
spesialis dadakan. Ingatkan saat kopdar di warung Aceh, di kafe Po‘ewe, di Penvil?
Semua hasil gorengan dadakan tahu bulat 500an gurih-gurih enyoy. “Iya juga sih, bang,” balasnya. “Kita kebanyakan
wacana.” Nah!
Jadilah
kami; saya dan seorang kawan menghubungi anggota-anggota grup. Meniupkan satu
demi satu, meyakinkan tiap tarik nafas mereka begitu berarti di tengah lingkaran
nyata ini, di bawah langit Warung Buncit nanti.
Ikhtiar ini lancar pabila didukung sinyal
kuat di jaringan konsisten 4G XL di ponsel pintar kita. Sokongan yang memungkinkan
kita mencapai kontak satu demi satu lintas aplikasi; WhatsApp, BBM, Instagram, Facebook,
Twitter. Kita juga bisa memaksimalkan
fasilitas gratis telpon ke operator lain,
berbekal sampaian bersuara jelas dan jernih, maksud hati pun dipahami
dengan baik. Yang yang terpenting silaturahim terlaksana dan berkesan.
Komentar
Posting Komentar