|
dok. Aan Setyawan |
Apa yang terlintas di benak rekan
pembaca yang budiman ketika mendengar kata ‘kamus’, lebih spesifik: ‘Kamus Besar Bahasa Indonesia’? Jauh di lubuk hati terdalam, sebagai narablog, saya juga
ingin mencintai Bahasa Indonesia lewat pembacaan kamus. Tapi, baru memperoleh
beberapa entri saja saya sudah dihinggapi rasa bosan.
Tukang Pungut Kata
Bila
sudah menemukan arti dari kata yang dicari, saya melanjutkan lagi aktivitas
sebelumnya. Jadi durasi bertahan saya tetap membaca kamus sangatlah pendek. Meski akses kamus kini lebih mudah dan nyaman dengan
KBBI daring dan luring, saya masih belum menemukan letak serunya.
Memangnya baca kamus bisa sama mengasyikan seperti kita baca novel dan komik? Kamus
kadung identik perbendaharaan para pakar dan ahli bahasa, jauh dari kesan masa
kini penikmat literasi populer.
Padahal, perkembangannya kini menggembirakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan produk unggulan Badan Pengembangan Bahasa
dan Perbukuan. Dalam dua tahun terakhir, KBBI daring dikunjungi puluhan ribu
pengunjung, hingga pernah menduduki peringkat pertama situs populer beridentitas go.id mengungguli situs Pajak.
Hal
ini menunjukkan eksistensi kamus kian memengaruhi kesadaran masyarakat berbahasa
dalam perkembangan literasi. Kamus adalah hutan
lindung yang rindang menjaga keberlanjutan berbahasa generasi ke depan. Kamus menjadi rumah lestari bagi pohon-pohon bahasa menguatkan batang reranting kata dan dedaunan lema. Siapa
saja yang memasukinya, akan merasakan segala kebaikan buah pengetahuan, dan
asupan oksigen terbaik bagi raga degupkan jiwa.
Jadi
bagaimana caranya agar kita enjoy membaca kamus? Pucuk dicinta ulam tiba. Saya menemukan
petunjuk praktis supaya kita tergerak sering membaca kamus. Saya mendapatkan jawabannya di Seminar Leksikografi Indonesia Tahun 2019
“Leksikografi dan Literasi”, Hotel The Sultan, Jakarta 11-13 September 2019.
Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Badan Pengembangan Bahasa dan
Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Gufron Ali Ibrahim beberkan tips jitu agar kita merasakan pengalaman menarik saat membaca kamus.
“Saya
punya kegemaran menulis puisi. Saya tukang memungut kata di kamus untuk menulis
sajak,” ungkapnya dalam penutupan Seminar Leksikografi Indonesia 2019, 13
September 2019.
Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa mengakui, motivasinya menulis puisi dan sajak antara lain untuk melatih
pemadatan berpikir, berkhidmat pada kata, dan merawat jiwa. Mari simak petikan puisi
karya pria yang akan menerbitkan dua buku antologi sajak ini:
Agar Kata tak Bersilara
Bukan
maksudku melarikan kata
Seperti
gadis dalam silariang
Atau.
perjaka dalam merarik.
Aku
ingin menghidupkan kata
yang
dilupa saat marah,
diingat
saat rindu,
dicari
saat susah.
Aku
ingin menghidupkan kata
supaya
tidak bersilara di tepi kertas.
Aku
ingin meniti rimba kamus
sebab
ialah kampung segala makna tersimpan.
Jakarta, 2019
Ada beberapa kata yang menarik dicatat dan terdengar tidak umum, setidaknya bagi
saya sendiri. Terdapat kata silariang,
merarik, dan bersilara. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, merarik
(v) berarti melarikan calon mempelai perempuan. Kata ini berasal dari bahasa
Suku Sasak. Adapun bersilara dari
kata silara (n) yang berarti daun
yang telah tua/ kering.
Sedangkan
kata silariang belum terekam di KBBI.
Menurut penelusuran saya di mesin peramban Google, silariang adalah kata yang berasal dari bahasa Bugis-Makassar yang
berarti’ kawin lari’.
Prof. Gufron gulirkan lagi kata-kata yang juga memantik keingintahuan kita untuk segera kembali membuka kamus, yaitu; kamau, tempoyan,
merarik, limban, tempua, denyar, senandika, leluri, penaka, dan centenarian.
Untuk kata yang terakhir belum masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, tapi sudah
banyak digunakan.
Jadi, membaca kamus menimbulkan nilai tambah tatkala bersanding dengan hobi menulis puisi. Menemukan kata-kata unik yang lalu disematkan dalam tiap larik sajak menjadi pengalaman istimewa tersendiri. Puisi tergubah indah, dan kosa kata kita pun menjadi kaya.
|
dok. Reza |
Film Sejarah Kamus Oxford
Gufron Ali Ibrahim memaparkan tantangan para pekamus di tengah lesatan teknologi informasi
terutama di ranah media sosial. Salahsatunya "kecerewetan" warganet sebagai imbas
dari kemudahan berinteraksi dalam pengayaan kosa kata Bahasa Indonesia. Hal yang sangat kontras dibanding
era 80 hingga 90-an di mana akses keterlibatan warga awam mengusulkan kata dalam kamus sangat terbatas.
“Itu
efek dari media sosial di mana akses kepada sumber pengetahuan dan informasi
menjadi lebih cepat. Semua orang ingin menjadi pelibat dalam semua diskursus,
perbincangan, dan masalah lainnya,” imbuhnya
Tantangan lain pekamus adalah belum sempat merekam kata, dan segala kemungkinan penambahan dan perubahan makna. Beberapa kategori kondisi kata yang ditelusuri antara lain; pernah dipakai, masih dipakai, jarang dipakai, tidak dipakai lagi, dan bahkan kemungkinan penutur jati tidak tahu kata yang dimaksud.
Saya jadi mengumpamakan, pekamus bagai Indiana Jones dalam memburu kata-kata lama bahkan kuno. Dalam menempa kata-kata baru, leksikograf ibarat inovator nan visioner.
Maka,
sebagai perekam kata dan segala kemungkinan makna, leksikograf memastikan kamus
selalu dimutakhirkan agar senantiasa terdokumentasi seluruh bahasa yang dimiliki suatu peradaban.
Apalagi mengingat Nusantara terdiri dari ratusan suku dan ribuan bahasa terbentang di belasan ribu pulau.
Tiap
tahun di bulan April dan Oktober, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan melakukan
dua kali pemutakhiran untuk pengayaan lema. Hal ini menandakan, kerja penyusunan kamus merupakan suatu langkah panjang bersama yang berkelanjutan (long march).
Saya
jadi teringat sebuah film terbaru yang direkomendasikan Kepala Pusat Pengembangan
dan Perlindungan Bahasa, yakni “The Professor and The Madman” (2019). Film ini diangkat dari buku The Surgeon of Crowthorne by Simon Winchester. Buku yang makin sukar ditemukan di toko-toko buku. Kita masih bisa mendapatkan buku tersebut dalam kondisi bekas di marketplace Tokopedia.
Adalah James Murray
(Mel Gibson) yang nyaris putus asa menyelesaikan proyek ambisius Oxford English
Dictionary. Kolega Frederick James Furnivall (Steve Coogan)
menyemangati: No language can ever be permanently the same. Musim berganti dan
bahasa berkembang. Menyusun kamus adalah ikhtiar yang berkesinambungan.
James
Murray telah memulai, dan membuka jalan untuk generasi ke depan lanjutkan.
Suatu kamus yang disusun secara demokratis, melibatkan kontributor seluruh
masyarakat yang diedit para pakar. Semua boleh ikut, termasuk pasien rumah
sakit jiwa, seorang dokter ahli bedah, William C. Minor (Sean Penn) yang
berkontribusi lebih dari 10 ribu entri.
Teknik
penyusunan kamus berbasis urun daya (crowdsourcing)
ini berkembang hingga kini diperkuat teknologi. Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa juga
membuka peluang masyarakat mengusulkan lema melengkapi Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
Seminar Leksikografi Indonesia 2019 Badan Bahasa membahas bidang lesikografi dengan
berbagi informasi mutakhir, pengalaman, dan menyosialisasikan ke masyarakat
perihal perkembangan dunia leksikografi.
Tema
seminar "Leksikografi dan Literasi", berkaitpaut dengan peningkatan
kuantitas dan kualitas kamus yang mendukung gerakan literasi berujung pada
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Komentar
Posting Komentar