Public Relations Itu Diplomat, Pelobi, dan Negosiator




Teknologi berkembang. Gelombang disrupsi menerjang. Namun kompetensi Public Relations (Hubungan Masyarakat) tetaplah sama. Yakni bagaimana membangun komunikasi yang efektif menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan atau tanpa teknologi.


Luaskan Cakrawala

Dengan kemajuan teknologi, pekerjaan kehumasan boleh jadi lebih mudah. Namun yang terpenting adalah bagaimana membangun koalisi antar pihak, stakeholder, dan sebagainya, yang dilakukan tanpa harus dengan fasilitas teknologi. Maka, profesi humas harus memiliki satu paket lengkap keahlian.

“Bagaimana melobi, yang mungkin tanpa teknologi, itu harus ada kepiawaian. Public Relations itu semi diplomat, semi lobbyst, semi negosiator, semi persuasiveness,” ungkap Public Relation Manager Tugu Insurance Inadia Aristyavani  dalam Public Relations Meet Up #21, Social PR-Knowledge and Sharing “Public Relation Rewind 2019 Outlook 2020”, Kamis, 19 Desember 2019, Auditorium Institut Francais d’Indonesie (IFI), Thamrin, Jakarta Pusat.  

Inadia ingatkan, terapan dari pekerjaan kehumasan itu banyak sekali, dan teknologi sekadar alat. Di tingkat komunikasi yang lebih tinggi, banyak hal tidak tergantikan teknologi. Inadia lalu bercerita sosok perempuan yang konon satu-satunya pemegang sertifikat Partnership Liason, Yanti Triandini. Beliau berperan sebagai pemain tengah yang menghubungkan antar pihak, hingga antar negara. Demi meningkatkan kapasitas diri, beliau sampai menempuh kuliah jarak jauh, bersertifikasi, menggunakan asesor, dan lain-lainnya.

Untuk itu, Inadia mengajak seluruh peserta yang sebagian besar mahasiswa jurusan public relations ini membentangkan cakrawala (horizon) untuk peluang kemungkinan lebih luas. Bahwa menjadi humas tidak hanya bekerja di perusahaan atau lembaga pemerintahan.

“Jadi kalian bisa tarik sampai sejauh itu. Horizon-nya jangan cuma jadi public relations tahunya nanti hanya kerja di korporasi ata lembaga pemerintahan. With all due respect, bukan mengecilkan, tapi dibuka horizon, ada banyak sekali terapan,” tutupnya.

Founder & Director ID Comm Sari Soegondo melengkapi, salah satu tuntutan di bidang kehumasan terkait uraian kerja (job description) yakni mengenai stakeholder management mapping. Jadi urusan hubungan masyarakat kini melampaui proses komunikasi perusahaan, hingga membutuhkan database tools. Berbagai pendekatan diklasifikasi prioritasnya terlebih dulu, mulai dari ke stakeholder eksternal, Ombudsman, hingga media. Pendekatannya  pun tidak cukup dengan digital tapi juga human relationship.


Bisa Baca Laporan Keuangan

Sari juga wanti-wanti, mahasiwa jurusan ilmu komunikasi kini menghadapi tantangan kian berat. Saingan makin berat lantaran pejabat strategis di posisi public relations masih mayoritas bukan berlatar belakang dari ilmu komunikasi.  Karena itu, mau tidak mau, dan suka tidak suka, mahasiswa ilmu komunikasi harus akrab dengan bidang-bidang lain yang terkait. 

Memahami laporan keuangan misalnya. Jangan selalu mengandalkan metode kualitatif saja ketika tiba waktu riset. Riset harus seimbang, karena pada akhirnya, public relation juga bertanggung jawab terhadap rencana kerja anggaran. Jadi cara kerja humas harus strategis, belajar ilmu manajemen keuangan, salah satuya, agar mampu mengkomunikasikan data kuantitatif ke berbagai target.

"Kamu jago main gadget tapi tidak bisa bikin press release yang news value untuk teman-teman pemred, redaktur, what for? Ngomongnya kualitatif saja, bunga-bunga saja, atau konten lucu-lucuan aja. Jangan euforia doang,” tandas Pengurus Bidang Diklat Asosiasi Perusahaan  PR Indonesia (APPRI).

Menggenapi pernyataan pembicara sebelumnya, Kepala Subdirektorat Humas Direktorat Jenderal Pajak Ani Natalia mengatakan, tidak ada satu terapan yang efektif untuk semua keperluan humas. There is no one size fits all. Tidak ada satu obat untuk semua penyakit. Maka pendekatan tiap kebutuhan public relations itu berbeda-beda, karena kerja humas adalah sebuah seni. 

Kadang yang dibutuhkan hanyalah ucapan seseorang tokoh memiliki pengaruh kuat di masyarakat. Dengan begitu kita tidak perlu membuat infografis, membayar mahal surat kabar mahal, pesan slot iklan di waktu prime time di televisi  atau sewa YouTuber paling terkenal.  

Maka, riset menjadi sangat penting untuk mengumpulkan data seakurat dan informasi se-valid mungkin, sebelum memutuskan suatu langkah kehumasan tertentu.

“Kalau dana kamu sedikit sekali, kemudian kamu langsung give up. Padahal kamu tahu, there is one person who says this, atau nge-tweet, itu sama dengan kamu berikan ratusan juta rupiah di radio dan TV. So,  why dont you do that approach. Humas is about approach. It’s an art,” pungkas Ani.   

Komentar