Pasca meledak bom gereja di Surabaya, Kementerian
Komunikasi dan Informatika bergerak cepat melakukan pemblokiran konten penyebar terorisme. Sebanyak 1492 konten di Facebook dan Instagram,
301 konten Youtube dan Google, 257 kanal Telegram, 113 akun twitter, serta 22
situs atau forum ditutup (16 Mei 2018, pukul 8 pagi). Semua dilakukan dalam
waktu 4 hari.
Dari Hulu ke Hilir
Apakah Kominfo hanya melakukan “pemadaman”, saat “kebakaran” terjadi? Simak penuturan Donny BU dalam Diskusi Forum Merdeka Barat 9 “Cegah dan Perangi Aksi Teroris”, Kantor Kominfo, Jakarta Pusat (16/5/18).
Donny akui,
menemukan informasi-informasi berkaitan paham terorisme di internet tidak mudah. Kominfo melihat isu ini secara komprehensif. Kalau hanya beraksi pada saat
kasus muncul, tidak akan ada habisnya.
Ibarat
mengatasi banjir, tidak hanya bicara soal evakuasi, dan mengalihkan air. Dalam
hal kesehatan, bisa lakukan vaksinasi untuk pencegahan. Di bidang kehutanan ada
langkah reboisasi.
Maka Kementerian Komunikasi dan Informatika punya strategi hulu dan hilir. Mulai dari pencegahan hingga penanggulangan. Mari
kita berkenalan dengan salahsatu alat canggih Menkominfo: AIS. Mesin belajar (learning
machine) yang bertugas menyaring (filter)
dan merayap (crawl) konten-konten negatif, wabilkhusus terkait penyebaran paham
terorisme.
Kinerja
mesin pintar ini berkesinambungan. Mesin makin intensif bekerja pabila terjadi
kasus .Sesuai intruksi Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara.
“Kinerja
mesin AIS ditingkatkan. Tiap dua jam
proses crawling. Sebelumnya tidak. Sekarang,
oleh Pak Menteri, tiap dua jam harus cari. Tiap ketemu, blokir,” tandas Donny.
Namun
yang terjadi kini konten-konten sasaran mengandung kata kunci yang tidak lagi
terkait ‘terorisme’ seperti: radikal, radikalisme, bom. Belum lama ini Kominfo
menemukan video berjudul “Ayahku, teladanku” yang dianggap menyebarkan paham
terorisme. Tidak ada satupun kata kunci varian ‘terorisme’ dari konten yang disebut Donny terkemas apik bernilai dokumenter itu. Video tersebut pun sempat viral.
Unuk
kasus seperti inilah dibutuhkan partisipasi masyarakat terutama komunitas. Warganet
yang peduli akan konten positif untuk segera melaporkan jika mendapati konten
mencurigakan seperti itu.
“Secara
teknis, men- take down tidak sulit.
Mendeteksinya akan sulit. Di sinilah kearifan komunitas dan lembaga.
Teman-teman yang bergelut di isu radikalisme tahu istilah yang dipakai. Kalau kita
masukkan kata ‘pengantin’, yang keluar gambar pengantin,” imbuhnya.
Untuk
sarana pengaduan, Kominfo punya aduankonten.id. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga bekerjasama dan
berkoordinasi dengan lintas lembaga dan instansi, antara lain Kemenkopolhukam,
Polri. Densus 88, BIN, BNPT. Jadi langkah
pemerintah sudah dilakukan jauh hari. Tidak hanya pas kejadian langsung
dilakukan.
Misalnya.bersama teman-teman humas, Kominfo dan Bareskrim Polri membuat WhatsApp Group khusus dengan anggota
terbatas. Tiap ada informasi langsung masuk grup untuk segera dicek validitasnya. Setelah dikonfirmasi hoax
atau fakta, konten langsung disebar lewat sosial media serta akun dan kanal mitra.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama lewat berbagai komunitas: JPP, Literasi Digital, Duta Damai stophoax.id, Makin banyak masukkan dan feedback dari masyarakat akan membuat
mesin pendeteksi lebih pintar mengais konten-konten sasaran.
Hadir memberi sambutan Dirjen PPI Kemenkominfo Selamatta Sembiring serta narasumber; Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia Solahudin dan Ketua Dewan Pers Josef Adi Prasetyo.
Komentar
Posting Komentar