Bagi rekan pembaca yang pemerhati bahasa
Indonesia, mungkin familiar dengan slogan Badan Bahasa Republik Indonesia: “Utamakan
Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing.
Muatan Lokal Harus Bahasa Daerah
Politik
bahasa nasional ini dirangkai sedemikian rupa bukan tanpa sebab. Tiap kalimat runtut
saling mengisi, mewakili tekad dan tujuan kebahasaan kita dalam berbangsa dan bernegara.
Kredo ini kerap digaungkan di tiap kesempatan acara Badan Bahasa, salah satunya
oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Dadang
Sunendar.
Pak
Dadang jelaskan, Bahasa Indonesia harus diutamakan karena ia merupakan bahasa
persatuan yang menjaga keutuhan NKRI dari Sabang sampai Merauke. Dilanjutkan dengan
pelestarian bahasa daerah yang berperan merawat kebhinekaan dan keberagaman. Apalagi
ancaman kepunahan bahasa daerah makin nyata akibat minimnya upaya pewarisan
yang notabene adalah strategi paling tepat.
“Khusus
Hari Bahasa Ibu Internasional, tidak bosan saya mengajak kita mewariskan bahasa
ibu kepada anak-anak. Saya membaca puluhan, ratusan buku, bagaimana melindungi
bahasa daerah. Teknik strategis paling kuat hanya satu: pewarisan,” ungkapnya
dalam pembukaan Gelar Wicara dan Penampilan
Tunas Bahasa Ibu 2020, Aula Sasadu, Gedung M. Tabrani, Badan Bahasa,
Jakarta 23 Februari 2020.
Penguasaan
bahasa daerah sudah jadi harapan orang tua sejak anaknya lahir. Misal, rekan
pembaca berasal dari Sukoharjo, tentu harapannya, si anak tumbuh besar
menguasai bahasa Jawa. Orang tua membiasakan bercakap dengan anggota keluarga dalam bahasa Jawa. Langkah ini menjadi salah satu upaya pewarisan bahasa
daerah dari lingkup keluarga.
Langkah
pelestarian lebih bagus lagi karena bahasa daerah diajarkan secara formal di muatan
lokal di sekolah dasar. Namun Plt. Kepala Badan Bahasa menyayangkan masih ada wilayah
yang malah memasukkan bahasa asing sebagai muatan lokal di sekolah. Padahal wilayah
tersebut memiliki banyak bahasa daerah yang terancam punah.
“Ada
satu wilayah yang bahasa daerahnya banyak. Sebagian besar bahasa daerah itu
terancam punah, berdasarkan kajian daya vitalitas bahasa. Ironisnya, muatan
lokal yang diitetapkan dinas pendidikan dari kabupaten tersebut adalah bahasa Inggris,”
tuturnya.
Tantangan Ruang Publik
Lantas
ada yang berkomentar, kenapa sih Badan Bahasa selalu menekankan bahasa Indonesia
dan bahasa daerah, hingga terkesan anti bahasa asing. Yang berkata semacam ini, mungkin belum memahami makna slogan Badan Bahasa. Badan
Bahasa, lanjut Pak Dadang, bukan lembaga yang anti bahasa asing. Badan Bahasa mendukung
bahasa asing, yang kalau dalam politik bahasa negara Indonesia, berada di skala
prioritas nomor tiga.
Jadi urutan peran yang ideal itu adalah Bahasa Indonesia
menjaga NKRI, bahasa daerah menjaga kebhinekaan, dan bahasa asing meningkatkan
daya saing di dunia global. Jadi kuasailah bahasa asing sebanyak mungkin. Maka,
urutan skala prioritas ini: Bahasa Indonesia - Bahasa Daerah - Bahasa Asing, sekali lagi, disusun bukan tanpa sebab. Pak Dadang
akui, tantangan terkini Badan Bahasa adalah ruang publik. Mari kita tengok di pusat-pusat
bisnis, masih banyak bahasa asing mendominasi
nama gedung, papan nama, bilah informasi, tanda lokasi, spanduk, dan iklan.
“Kami
sudah sampaikan dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat-red), konsinyasi. Musuh terberat Badan Bahasa adalah ruang publik.
Kita melihat iklan, spanduk bahasa asing di mana-mana. Imbauan kita teruskan ke
mana-mana, tidak mempan. Padahal orang mengatakan, negara wajib hadir termasuk
di ruang publik,” imbuhnya.
Curhatan
Pak Plt Kepala Badan Bahasa ini mengajak kita meninjau kembali makna dari jati
diri bangsa. Kalau bicara jati diri bangsa, dan pendidikan karakter, kita bisa mulai
dari penggunaan bahasa negara. Beliau lantas membandingkan bagaimana negara-negara
lain dengan bangga dan percaya diri menampilkan bahasanya di tiap sudut ruang
publik.
“Spanyol,
Prancis, Jepang. Semua pengumuman, papan nama, spanduk, berbahasa setempat. Mereka tidak peduli orang
asing, turis, mau mengerti atau tidak. Itu yang disebut jati diri bangsa,”
pungkasnya.
Gelar
Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu 2020 digelar menyambut Hari Bahasa Ibu
Internasional yang jatuh tiap 21 Februari. Badan Bahasa bekerja sama dengan
Pemerintah Daerah Jambi, dalam hal ini Kabupaten Bungo, menghadirkan pementasan
“Dideng (senandung)”, budaya lisan klasik Rantau Pandan Kabupaten Bungo, Jambi.
Tampil maestro Dideng Nenek Jariah (82) bersama anak-anak didiknya yang berusia
sekolah dasar mempersembahkan tradisi yang baru saja ditetapkan pada 8 Oktober
2019 sebagai warisan budaya nasional. Hadir Bupati Bungo M Mashuri memberikan pidato
memaparkan komitmen pemerintah daerah melestarikan budaya di Provinsi Jambi.