Stigma Jadi Tantangan Terberat Penderita Kusta


Media Gathering dan Peluncuran Proyek #SUKA Suara Untuk Indonesia Bebas Dari Kusta


Tantangan terbesar penderita kusta bukan pada kesulitan memperoleh pengobatan. Ujian terberat justru datang dari perlakuan yang diterima penderita dari orang-orang terdekat.


Perlakuan Keluarga dan Tetangga

Meski perkembangan medis terkait pengobatan kusta sudah maju, stigma kusta masih melekat di tengah masyarakat. Sejak dulu kusta kadung dianggap penyakit kutukan, azab, dsb. Kini obat kusta tersedia gratis, dan menjadi salah satu faktor pendukung kesembuhan. Faktor kesembuhan yang utama di antaranya dukungan orang-orang terdekat dalam memberi semangat penderita meraih kesembuhan. 


Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) Ardiansyah menuturkan, kekhawatiran dikucilkan (self stigma) timbul dari perlakuan keluarga yang berbeda dari sebelumnya. Begitu pula minimnya perhatian dan dukungan dari tetangga sekitar. Hal ini memicu keputusasaan penderita kusta yang seolah tidak dianggap hidup. Untuk hal ini, Ardiasyah berbagi pengalaman bagaimana menghadapi tantangan stigma.    

“Kalau dari pengalaman saya, pertama, harus ada pola pikir cerdas bagaimana kita melihat ke depan. Kita harus punya harapan,” ungkapnya dalam Media Gathering dan Peluncuran Proyek #SUKA Suara Untuk Indonesia Bebas Dari Kusta “Media Yang Mengedukasi dan Memberantas Stigma Kusta dan Disabilitas”, Zoom Meeting, Rabu 14 April 2021.  

Ardiansyah mengalami kusta pada 2009, dan membaik di 2010-2013, hingga bisa beraktivitas kembali. Pelan-pelan ia mulai bergaul dengan berkegiatan dan berjejaring dalam berbagai organisasi. Ia  bergabung dalam komunitas penyintas kusta untuk membangun kepercayaan diri. Ardiasyah aktif menjadi jurnalis yang memberikan edukasi perihal penyakit kusta. Ia sering diundang ke berbagai pertemuan termasuk di Jakarta dan Surabaya untuk membagi pengalaman sebagai salah satu upaya mengikis stigma. 


Berkurang Keahlian Teknis di Bidang Kusta

Kegiatan meningkatkan kapasitas diri sepert yang dilakukan Ardiansyah bisa menjadi inspirasi dan semangat bagi penderita kusta. Ardiansyah bersyukur dipertemukan dengan NLR Indonesia yang memberikan pendampingan kepada organisasinya. NLR Indonesia merupakan organisasi non-pemerintahan yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta.   


Direktur NLR Indonesia Asken Sinaga sampaikan, selama dua tahun terakhir, NLR Indonesia melakukan evaluasi atas upaya yang telah dilakukan dalam mencapai Indonesia bebas dari kusta. Ada tiga temuan fakta yang difokuskan untuk ditindaklanjuti dalam pelaksanaan proyek #SUKA ke depan. 

Pertama, rendahnya pemahaman publik mengenai kusta dan konsekuensinya. Kedua, berkurangnya technical expertise atau keahlian teknis di bidang kusta. Ketiga, dinamika zaman berubah, di mana media sosial punya daya pengaruh kuat mengubah pemahaman dan perilaku publik. Evaluasi yang terakhir ini membutuhkan peran jurnalisme warga, narablog, dan influencer yang menjadi potensi baru dalam menyajikan konten yang tak hanya informatif juga edukatif.

 

Indonesia Peringkat Tiga Setelah India dan Brazil   

Kusta merupakan penyakit menular yang tidak mudah menular, dan bisa disembuhkan. Tapi jika terlambat ditemukan atau tidak diobati, kusta dapat menyebabkan disabilitas. Menurut data WHO, Indonesia menduduki peringkat tiga penyakit kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brazil.

Penyebab utama kusta yang masih merajalela adalah terlambatnya penanganan akibat minimnya pengetahuan masyarakat tentang gejala kusta. Kemudian, tingginya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta. Hal ini membuat orang dengan gejala kusta enggan untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan lebih dini. 

Untuk mendukung pemerintah dalam penanganan kusta menuju Indonesia bebas dari kusta, dan konsekuensinya, NLR Indonesia berkolaborasi dengan KBR menginisiasi proyek #SUKA atau Suara Untuk Indonesia Bebas Dari Kusta. SUKA bertujuan untuk mengangkat isu kusta di masyarakat, khususnya di kalangan anak muda Indonesia. 

Hadir juga narasumber dalam media gathering via zoom meeting antara lain, Pemimpin Redaksi Kantor Berita Radio (KBR) Citra Diah Prastuti, Technical Advisor Program Leprosy Control, NLR Indonesia dr. Christina Widaningrum, Mkes, dan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim.  Acara juga disiarkan langsung di kanal Youtube Ruang Publik KBR.    

Komentar