Ganti Vendor
Masalah muncul ketika JICT mengganti vendor jasa penyedia pekerja, karena harga yang ditawarkan lebih murah. Keputusan ini berujung pada pemutusan hubungan kerja masal terhadap 400 pekerja JICT yang andal dan sudah berpengalaman.
PT JICT adalah perusahaan perseroan yang berdiri pada 1999. Sebagian saham perusahaan
ini dimiliki Hutchison Port Holding Group dan Koperasi Pegawai Maritim. Bidang
usaha yang dilakukan JICT adalah bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok untuk ekspor dan
impor.
PT.
Empco Trans Logistik adalah vendor penyedia pekerja bagi PT JICT. Empco
menyuplai tenaga terampil untuk mengisi posisi tallyman dan operator RTGC. Tallyman
adalah orang yang mencatat jumlah dan kondisi muatan serta kecocokan shipping mark. Pekerjaan ini membutuhkan
kejelian dan konsentrasi agar perhitungan tepat. Termasuk jumlah muatan secara
spesifik dalam jenis, asal, tempat ruangan pemuatan, ukuran dan kerusakan jika
ada.
Operator
RTGC adalah orang yang duduk di balik ruang operator di mesin-mesin crane
pelabuhan. Tugasnya menyusun tumpukan petikemas berukuran panjang 20 - 45 feet
dengan beban maksimum 41 ton. Segala jenis muatan yang dikirim dan diterima di
pelabuhan harus diproses secepat dan seefektif mungkin sampai ke tujuan. Selain
kedua posisi di atas, juga terdapat pekerja pendukung operasional yang masuk
dalam kegiatan inti JICT seperti billing,
perkantoran, pool driver, dan reffer man.
Berkat
performa para pekerja alihdaya ini, dwelling
time (penumpukan barang) di pelabuhan tidak pernah lebih dari tiga
hari. Hal ini menciptakan produktivitas untuk perusahaan. Asumsinya, JICT puas akan kinerja
para pekerja tersebut. Karena pada 2
November 2017 Empco menyetujui penawaran repeat order JICT. Namun tak dinyana esok harinya JICT membatalkan order
dan melakukan tender ulang.
Pada 30 November 2017, JICT menunjuk PT Multi
Tally Indonesia (MTI) sebagai pemenang tender untuk pengelolaan operadional
RTGC dan penunjang operasional. MTI ditunjuk JICT tanpa pengumuman resmi. Pada 19 Desember 2017 MTI membuka lowongan
pekerjaan untuk operasional RTGC dan penunjang operasional.
Pergantian vendor bukannya tanpa imbas bagi perusahaan itu sendiri. Karena JICT malah harus menanggung kerugian akibat menerima vendor baru dengan tenaga kerja yang sebagian besar masih baru juga. Kecelakaan kerja lebih sering terjadi pasca peralihan vendor. Walau MTI pun memberi peluang bagi karyawan PT Empco yang ingin bekerja kembali. Mengutip KONTAN, tercatat sebanyak 114 orang bergabung
dengan PT MTI dan bekerja di terminal JICT.
Sebagian
karyawan yang di-phk akhirnya bergabung lewat MTI. Sebagian lagi bertahan dan memperjuangkan
nasibnya. Pada Kamis 19 Juli 2018 penulis
berkesempatan menengok kondisi tenda keprihatinan karyawan JICT yang di-phk.
Tenda didirikan di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara.
Pemasangan
tenda menjadi simbol kesepakatan antara pekerja dengan Pemerintah Kotamadya Jakarta
Utara. Penulis menemui salah satu karyawan JICT yang di-phk, Efadiaz. Operator
RTGC ini mempertanyakan keputusan JICT memberhentikan dia dan kawan-kawan.
Alih-alih
menaikkan status para pekerja alihdaya ini menjadi karyawan tetap, pihak JICT malah memberhentikannya. Padahal mereka sudah bekerja bertahun-tahun dengan
keterampilan dan keahlian yang mumpuni. Semua keunggulan ini jelas sangat bermanfaat
bagi kesinambungan perusahaan. Mereka bisa disebut aset perusahaan.
Inspeksi Lapangan
Tindakan JICT yang memosisikan para pekerja inti sebagai pekerja
alihdaya ternyata bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan. Kementrian Tenaga Kerja RI
telah menetapkan kegiatan, salahsatunya Tallyman dan Operator RTGC, merupakan
kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi dan tidak dapat
diborongkan. Sesuai Pasal 66 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan 13/2003 (Nota
Pemeriksaan JICT No: B.168/PPK-NK/III/2010, 21 Maret 2010).
Dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) nomor 19 tahun 2012 juga tegas disebutkan.
perusahaan outsourcing harus berbadan
hukum dan untuk perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh harus berbentuk
perseroan terbatas.
Permenakertrans
ini juga mengatur soal penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui
pemborongan pekerjaan dapat dilakukan untuk semua jenis pekerjaan yang bersifat
penunjang. Pelaksanaan pemborongan pekerjaan harus dilakukan secara terpisah
dari kegiatan utama, baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
Usai dari
tenda keprihatinan, penulis beranjak ke kantor Otoritas Pelabuhan dan
Syahbandar Tanjung Priok untuk mengikuti rapat koordinasi menjelang inspeksi
bersama. Sayang rapat sangat terbatas. Penulis hanya mengantar sampai gerbang kantor Otoritas Pelabuhan. Para
peserta rapat melaju menuju lokasi terminal operasional JICT.
Inspeksi
bersama dilakukan guna melihat alur kerja di lapangan dan menjawab dugaan Pelanggaran
Alur Kerja di JICT. Inspeksi
dilakukan SP JICT, Kementerian Tenaga Kerja RI, Pelindo II, Perwakilan Wagub DKI Jakarta,
Disnaker Jakarta Utara, Kemenhub, Otoritas Pelabuhan dan Syahbandar Tanjung
Priok, Serikat Pekerja Container (SPC) dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia
(FPPI).
Hadir
dalam inspeksi, Kepala Sudinakertrans Jakarta Utara Dwi Untoro Kepala Otoritas
Pelabuhan Lollan Panjaitan, Ketua Dewan Pelabuhan Tanjung Priok, Sungkono Ali. Menurut
kabar beredar di media sosial, inspeksi sempat diwarnai ketegangan karena awak
media yang dilarang masuk are ainspeksi oleh pihak keamanan JICT. Sepulang dari inspeksi rombongan kembali ke kantor
Otoritas Pelabuhan untuk menentukan agenda berikutnya.
Dari inspeksi
lapangan, SP JICT berharap Perwakilan Kemenaker RI dapat melihat dengan jernih,
menunjukkan keberpihakan terhadap kebenaran dan berpijak pada Undang-undang
yang berlaku. Adapun pihak JICT akan membawa hasil pertemuan dan inspeksi tersebut kepada para
pemangku kepentingan di perusahaan.
Komentar
Posting Komentar