Belajar Dari Tabung Haji Malaysia, BPKH Hati-Hati Investasi

 

badan pengelola keuangan haji


Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI mengumumkan pembatalan pelaksanaan ibadah haji 1442 Hijriah/ 2021 Masehi. Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan keputusan ini dalam siaran daring konferensi pers pada Kamis 3 Juni 2021. 


Rugi Setara 70 Triliun Rupiah

Menang menyampaikan sejumlah pertimbangan dalam memutuskan pembatalan keberangkatan haji tahun ini. Pertama, pertimbangkan keselamatan dan keamanan jemaah haji Indonesia di tengah pandemi. Kedua, hingga keputusan pembatalan itu diumumkan, Kerajan Arab Saudi belum mengundang pemerintah Indonesia guna membahas dan menandatangani MoU mengenai persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021. Ketiga,  Arab Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Padahal persiapan pelayanan keberangkatan jemaah haji memerlukan banyak waktu. 

Kemudian, pada 12 Juni 2021, melansir Arab News, Pemerintah Arab Saudi melalui Kementerian Haji mengumumkan kuota haji tahun 2021 dibuka sebanyak 60.000 orang. Kuota tersebut hanya berlaku untuk warga Arab Saudi dan ekspatriat yang bermukim di Arab Saudi.  Jemaah haji harus sudah divaksinasi dengan vaksin yang disetujui Arab Saudi, berusia 18-6 tahun, dan tidak memiliki riwayat penyakit bawaan (comorbid

Sebelumnya, sejak keputusan pembatalan diumumkan, muncul banyak dugaan yang menjurus hoaks di tengah masyarakat perihal pembatalan tersebut. Marak beredar kabar miring, dan  yang paling santer adalah dugaan ketidakberesan pengelolaan dana haji di Indonesia. Tak pelak, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI menjadi sorotan utama hingga harus menyampaikan klarifikasi ke sana kemari. 

BPKH diminta mencontoh penerapan Tabung Haji Malaysia yang dianggap berhasil mengelola dana haji lewat investasi. Dewan Pengawas BPKH RI Ir. Suhaji Lestiadi, ME mengungkapkan, BPKH pernah melakukan studi banding ke Tabung Haji Malaysia pada 2017. Suhaji mengaku, BPKH memperoleh banyak pelajaran dan berkeinginan untuk menerapkan di BPKH. apa yang berhasil dijalankan di Tabung Haji Malaysia. Namun peristiwa besar terjadi di Tabung Haji Malaysia pada 2018. 

“Ternyata Tabung Haji Malaysia mengalami kerugian 4,3 milyar US dolar atau setara  70 triliun rupiah. Hal ini diakibatkan investasi di perkebunan sawit dan karet, serta  di pertambangan, minyak dan gas. Mereka juga mengalami kerugian investasi properti di Australia dan Hongkong,” beber Suhaji dalam Webinar Nasional CIDES ICMI “Independensi dan Profesionalitas Dalam Pengelolaan Dana Haji,” Zoom Meeting, Jumat, 25 Juni 2021. 

Saat itu, harga sawit dan karet jatuh. Harga minyak dan gas pun bernasib sama. Tabungan Haji Malaysia juga bermasalah akibat skandal politik di masa pemerintahan Perdana Menteri Najib  Razak. Tabung Haji menderita kerugian, di antaranya, akibat kegagalan investasi di berbagai sektor utama. Kerugian itu memaksa pemerintahan baru yakni Perdana Menteri Mahatir Muhamamd melakukan bail out. Kejadian tersebut membuat BPKH meninjau kembali rencana-rencana investasinya.   

“Itu menjadi pelajaran. Akhirnya kami memformasi ulang rencana-rencana untuk investasi yang ingin kami tiru dari malaysia,” ujar Suhaji.    

Lebih lanjut Suhaji memaparkan persentasinya, biaya riil penyelenggaraan ibadah haji perorang  adalah Rp 70 juta. Sementara biaya yang dibayarkan jemaah haji rerata Rp 35 juta. Untuk melengkapi kekurangan ini, Pemerintah lewat BPKH mengelola keuangan haji dengan berinvestasi. Nilai manfaat dari pengelolaan keuangan haji ini yang digunakan untuk membantu keberangkatan jemaah haji. Saat ini, BPKH melakukan investasi ke sukuk negara, sukuk korporasi, saham, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. 

Webinar Nasional CIDES ICMI juga menghadirkan narasumber Wakil Ketua Umum ICMI Dr.Sugiharto,  SE., MBA., Sekretaris Jenderal ICMI  Ir. Suhaji Lestiadi, ME., Anggota Dewan Pengawas BPKH   dan Anggota Dewan Pakar ICMI Pusat Prof. Dr. Didin S. Damanhuri.

Komentar