Memetik Hikmah dari Pendeta Yang Pernah Mengalami Kusta

  

pengobatan penyakit kusta harus tuntas


Mengalami mati rasa pada bagian kaki,  Pdt. (Emeritus) Corinus Leunufna  berkonsultasi ke dokter. Beliau kemudian diarahkan, harus segera memeriksakan diri ke puskesmas. Pada 16 Juni 2016, Pdt. Corinus pergi ke puskesmas. Menurut dokter puskesmas, Pendeta Corinus terinfeksi penyakit kusta.


Tidak Putus Minum Obat 

“Rasanya dunia ini berputar. Lebih kencang lagi, bukan hanya dunia, tapi langit pun turut berputar. Karena saya takut terhadap stigma yang beredar di masyarakat, ungkap Pendeta Corinus dalam acara Talkshow Ruang Publik KBR Kusta Dalam Perspektif Agama, Senin 8 April 2023. Podcast dipandu Host KBR Rizal Wijaya dan disiarkan Langsung di kanal YouTube Berita KBR. 

Sejak itu dimulailah proses pengobatan. Beliau menuturkan, konsumsi obat tanpa putus selama 1 tahun penuh akhirnya membuahkan hasil. Mei 2017 merupakan sesi terakhir  Pendeta Corinus berobat ke puskesmas, dan beliau sekaligus “dinobatkan” (menurut istilah dari beliau) menjadi Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).   

Banyak hikmah dari pengalaman beliau yang bisa menjadi pelajaran untuk kita senantiasa bersyukur dan bersabar. Pendeta Corinus mengungkapkan, dirinya tidak pernah menyesal menjadi Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Bagi dirinya, kusta merupakan teguran Tuhan kepada dirinya. Beliau pun kian intens melibatkan diri dalam pelayanan khususnya terhadap mereka yang menderita kusta.   

Pendeta Corinus menuturkan, awalnya beliau berdoa kepada Tuhan supaya menolong mereka yang kurang beruntung termasuk yang menderita kusta. Namun beliau sadar, justru dirinyalah yang harus bergerak dan pergi menolong mereka.    

 

Sakit Adalah Ujian Keimanan 

Dokter Umum RSI Aisyiyah Malang Muhammad Iqbal Syauqi  menyampaikan, kusta dalam perspektif agama, atau lebih umum lagi, penyakit dalam perspektif agama, dapat ditinjau dari sisi spiritual dan fisik.   

Dari sisi spiritual, dalam tradisi kenabian termasuk kewalian, mengenal istilah ujian yakni menguji keimanan nabi atau wali. Pada taraf tasawuf, penyakit yang dialami semestinya menjadiikan seorang muslim rida, dan rela di tengah penempaan diri yang dialami. Dengan demikian, dia bisa bersikap ikhlas terhadap takdir dan ketentuan Allah. Kondisi sakit menambah keimanan dan keyakinan bahwa manusia tidak mampu apa-apa. 

Dari sisi fisik, orang yang mengalami penyakit kusta bisa diobati dan sembuh. Terbukti dari pengalaman Pendeta Corinus yang berhasil sembuh dari kusta karena menjalani pengobatan secara tuntas yakni meminum obat dengan teratur.  

Penyakit kusta bisa diobati, dan pak pendeta sudah menyebutkan, minum obat tidak putus bisa sampai 12 bulan. Ada 43 regimen yang diberikan diminum tiap hari sampai tuntas,” imbuhnya.   

Kemudian muncul pertanyaan, apakah Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) bisa terkena kusta lagi? Bisa, sebut dokter Iqbal. Ada beberapa faktor mengapa orang bisa terkena kusta, baik yang bersifat bakteriologis, imunologis, maupun faktor lingkungan. Secara bakteriologis yakni dari sifat bakteri yang menginfeksi. Secara imunologis, bisa dari status imun dan gizi  seseorang yang kurang. 

Karena itu, kusta identik sebagai penyakit yang hinggap di kantong-kantong masyarakat yang relatif kurang mendapat akses gizi dan kesehatan. Kemudian, dari faktor lingkungan, terutama kontak erat satu keluarga yang menimbulkan penularan penyakit kusta.     

Penjelasan dokter Iqbal sekaligus mematahkan stigma masyarakat umum yang menganggap kusta adalah penyakit kutukan dan azab. Mengalami kusta, dan penyakit apapun, sejatinya adalah kondisi yang seharusnya membuat manusia makin mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta. Namun, memang pasien kusta menghadapi tantangan yang agak berbeda. Selain merasakan penyakit kusta, stigma masyarakat terhadap kusta menjadi tantangan berat berikutnya. Untuk itu, pendampingan secara menyeluruh, yakni dari segi pengobatan fisik dan mental, menjadi strategi ampuh dalam penanganan penyakit kusta.    

Komentar